Catatan Popular

Jumaat, 29 April 2011

CARA MERAWAT NAFSU AMMARAH KITA

  Nafsu ammarah salah satu dari tujuh nafsu dalam diri manusia. Secara zahirnya amarah bererti mengajak atau menyuruh. Sedang nafsu itu sendiri berrrti jiwa. Seperti apayang terdapat dalam tingkah laku sehari-hari.
Nafsu ammarah acap mengajak akal-fikiran manusia untuk berangan-angan. Biasanya dengan percikan-percikan yang menggiurkan: makan, minum, tidur, dan jima’ secara berlebihan.
Allah berfirman:
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahanku), karena sesungguhnya nafsu (ammarah) itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS. Yusuf, 53)
“Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf, 179)
Nafsu ammarah disebut juga nafsu binatang. Bahkan, Imam Ghazali dalam bukunya yang terkenal Ihya’ Ulumuddin menyebutnya dengan lanjut: bahimiyyah dan sabu’iyyah (binatang ternak dan binatang buas).
Sifat binatang ternak dan binatang buas itu mengeram dalam diri manusia. Mulai dari jiwa sampai jasmaninya. Wujudnya dalam bentuk perilaku makan, minum, tidur, bersenggama, dan tempat yang serba berlebihan, tidak islami. Puncaknya: hubbud dun-ya wakarahatul maut (cinta dunia dan takut mati).

Pemelihara Jasmani
Ammarah salah satu nafsu yang meliputi jiwa manusia. Nafsu itu mewarnai segala perbuatannya yang serba berlebihan (tusrifu). Jika nafsu amarah telah menguasai akal-pikiran manusia, maka tabiatnya akan condong pada kehidupan yang serba mewah. Meski, untuk mencapainya harus menempuh jalan yang melanggar syariat Islam. Jika nafsu amarah telah menguasai akal-pikiran manusia, maka tabiatnya akan condong pada kehidupan yang serba mewah. Meski, untuk mencapainya harus menempuh jalan yang melanggar syariat Islam.
Namun di sisi lain nafsu ammarah juga berperanan sebagai pemelihara hidup jasmani. Ini suatu tanda bahwa semua yang diciptakan Allah tidaklah sia-sia.
Nafsu ammarah sebetulnya bukan beban bagi manusia. Sebab nafsu ammarah juga berguna bagi manusia dalam memelihara jasadnya selama hidup di dunia.

Hamba dunia
Jika nafsu amarah menguasai diri manusia maka jadilah ia sebagai orang yang tamak, rakus, loba dan berbagai macam sifat tidak terpuji lainnya. Bahkan tidak sedikit yang lalai dalam urusan agama karena disibukkan urusan dunia.
Mereka suka bermegah-megahan, gemar menimbun kekayaan tanpa menghiraukan kewajiban berzakat. Mereka lebih senang menghabiskan harta di jalan setan (maksiat) daripada di jalan Allah. Mereka telah diperbudak dunia.
Tentang hal ini, ada hadist berbunyi:
“Wahai dunia, berkhidmatlah kepada orang yang berkhidmat kepada-Ku, dan perbudaklah orang yang mengabdi kepadamu!” (HQR. Al-Qudha’I, dari Ibnu Mas’ud)
Orang sering tak sadar, kehidupan dunia ini tak lebih dari fatamorgana. Dengan nafsu ammarah manusia sering berambisi ingin “memiliki dunia”. Ada rasa tidak puas dengan apa yang telah dikaruniakan Allah baginya.
Allah berfirman:
 “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Al-Imraan, 14)
Atau pada firman yang lain:
“Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.” (QS. Al Anbiyaa’, 35)

Ammarah Bahimiyyah
Nafsu ammarah bersalutkan bahimiyyah itu serupa dengan laku hidup binatang ternak dalam hal memenuhi kebutuhan jasmaninya. Tidak heran, orang yang jalan pikirannya dikuasai nafsu ammarah berslutkan bahimiyyah laku-hidupnya sering seperti binatang ternak.
Dalam kaitan nafsu ammarah bersalutkan bahimiyyah kiranya perlu diperhatikan pengertian kalimat “berlebih-lebihan” atau “pemborosan” dan “sederhana”, sebagaimana acap disebut dalam Al Qur’an.
Pengertian “berlebih-lebihan” dan “pemborosan” ialah perbuatan yang melampaui batas yang wajar. Sedang “sederhana” ialah perbuatan menahan diri dari kemampuan maksimal yang dimilikinya. Dua pengertian tersebut tentu tidak lepas dari jalan-jalan syari’at islam.
Orang yang sering menggunakan hartanya untuk kemaksiatan dan kejahatan, baik lahir maupun batin, disebut “golongan manusia boros”. Pemboros, adalah saudara atau teman-teman setan. “Tidaklah setan mempunyai famili, melainkan bangsanya sendiri”.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan, dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” Al-Israa’ Ayat 27
Makan dan minum memang tidak dilarang, asal tidak berlebihan.
 Sesuai dengan firman Allah:
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”. (QS. Al A’raaf, 31)
Atau menurut Hadis Rasulullah SAW:
“Makanlah, minumlah, pakailah dan bersedakahlah jangan berlebih-lebihan dan janganlah untuk bermegah-megahan.” (HR Abu Daud dan Ahmad)
Memang, “jalan tengah” adalah yang tidak berlebih-lebihan. Termasuk urusan makan dan minum. Terbukti, penyakit kebanyakan faktor penyebab utamanya adalah berlebihan dalam soal makan dan minum. Sebab, perut biasanya sumber penyakit dan seburuk-buruk tempat.
Ada hadis yang dengan amat bijaknya mengatur urusan perut ini:
“Tidak ada satu wadahpun yang diisi oleh bani Adam lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari baiklah sepertiga untuk makan, sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk napasnya”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)

Ammarah Sabu’iyyah
Nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah ialah nafsu yang sifatnya seperti binatang buas dalam cara mencari atau memenuhi kebutuhan jasmaninya. Seperti: makan, minum, tidur, kawin, dan sebagainya. Tidak heran, orang yang jalan fikirannya dikuasai nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah maka dalam mencari dan memenuhi keperluan hidupnya ia sering berlaku seperti binatang buas.
Lihat saja tabiat orang yang dikuasai nafsu ammarah bersalutkan sabu’iyyah: sodok sana, sodok sini! Cengkeram sana, cengkeram sini! Sungguh sangat menjelekkan
Dengan kekuasaan, mereka merasa tinggi serta dapat mengurus si miskin. Dengan harta, mereka merasa terhormat walaupun berbuat nista dan maksiat. Tahukah mereka apakah sebetulnya harta itu?
Allah berfirman:
Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS. Al Anfaal, 28)
Memang, sudah menjadi fitrah manusia untuk mencintai dan banyak keinginan dalam meraih kehidupan dunia. Namun demikian, tetap harus difahami bahwa kenikmatan duniawi hanya sempadan kesenangan di dalam hidup yang sementara..
Firman Allah:
Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali Imran, 14)

Al Qur’an sebagai penawar
Pada jiwa setiap manusia memang sudah terdapat benih nafsu ammarah bersifat bahimiyyah maupun sabu’iyyah. Hanya gelombangnya yang berbeza. Maka itu, upaya mengendalikan gerak nafsu ammarah itu perlu, sebagai ikhtiar untuk mencapai kemuliaan rohaniah.
Untuk itu, Allah telah menurunkan Al Qur’n sebagai penawar yang sangat mujarab terhadap penyakit apa saja. Penyakit lahir maupun batin. Bahkan Al Qur’an juga menjadi rahmat bagi setiap orang yang beriman, dan bukan orang yang zalim:
Sebagaimana firman-Nya:
“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur’aân itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al-Israa’, 82)

Tiga tahap Penawar Nafsu Ammarah
Penawar nafsu ammarah meliputi tiga tahapan. Iaitu:
(1) ilmu ma’rifah;
(2) dzikrullah yang berterusan, dan
(3) mujahadah.
Berkaitan ilmu ma’rifah hendaklah seseorang belajar ilmu-ilmu tentang sekitar aib nafsu. Untuk itu, tentu perlu bimbingan seorang ulama atau Syekh Mursyid. Ilmu ma’rifah tentu tidak lepas ilmu tauhid.
Untuk itu, perlu pengenalan hakikat diri lahir dan batin. Jika orang telah mengenal dirinya secara kaffah (sempurna), niscaya ia tidak akan mudah tertipu oleh dirinya sendiri. Sebab, musuh yang paling berbahaya dan pandai menipu adalah diri sendiri. Yang dimaksud diri ialah nafsu fujur (jiwa fasik) alias nafsu ammarah.
Manusia yang tidak mengenal dirinya, lahir maupun batin, akan terombang-ambing oleh tipuan nafsu ammarah. Akibatnya, ia mudah lena oleh pujuk rayu setan.
Dan setan bersembunyi di dalam dirinya sendiri.
Allah berfirman:
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah, 7-8)
Zikrullah yang berterusan juga merupakan alat pembersih jiwa.
Sesuai dengan firman Allah:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia shalat (berhubungan dengan Tuhannya)”. (QS. Al A’laa, 14-15)
Zikir yang terus menerus dapat menenangkan jiwa. Tidak akan tenang jiwa seseorang melainkan jika jiwanya dalam keadaan bersih dari kotoran maksiat. Dan tidak akan bersih jiwa seseorang melainkan dengan menjalankan zikir yang terus menerus.
Dan sebaik-baik zikrullah bagi orang-orang yang masih pada tahapan pembersihan serta menundukkan nafsu ammarah ialah zikir nafi itsbat: لاَاِلَهَ اِلاَّاللهُ
Laa Ilaaha Illallaah (Tidak ada tuhan kecuali Allah”. Hal itu harus dilakukan terus menerus.
 “Orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi seraya berdo’a: “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”. (QS. Ar-Ruum, 32)
Ccara mujahadah. ertinya, memerangi hawa nafsu dengan cara menghindari segala bentuk kemaksiatan lahir maupun batin. Juga melawan gejolak kehendak jiwa yang mengajak untuk berbuat nista jahat dan yang menghalangi tujuh anggota sujud.
Jika seseorang telah mengetahui hakikat kehidupan dunia dan menetapkan zikrullah secara terus menerus, niscaya ia akan selalu kuat jiwanya dalam menghadapi segala kondisi yang memperdayakan. Akal dan pikirannya tidak mengikuti gejolak hawa nafsu yang selalu mengajak berkhayal dan berbuat kejahatan.
Maka jika seseorang telah mampu mengendalikan hawa nafsunya, niscaya nampaklah sifat dan perbuatannya tidak dibuat-buat. Atau sekadar terpaksa dalam mengamalkan syari’at Islam.
Tentang hal ini Allah pun berfirman:
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna.” (QS. Almu’minun, 1-3)
Tiga tingkatan yang meliputi ilmu, zikir, dan mujahadah tersebut tentu saling berkaitan antara satu dengan lainnya. Tidak dapat seseorang mencapai kebersihan diri (nafsu) bila sekadar mengamalkan zikir. atau mengamalkan salah satu di antara ketiganya.

KETAHUI MARTABAT NAFSU AMMARAH : NAFSU SATU GELAP


Nafsu Amarah itu adalah satu kelakuan hati yang menerbitkan suatu perangai yang mengandungi sifat-sifat Mazmumah yang terlampau banyak.
Amarah adalah martabat nafsu yang paling rendah dan kotor di sisi Allah. Segala yang lahir darinya adalah tindakan kejahatan yang penuh dengan perlakuan mazmumah (kejahatan/keburukan).
Pada tahap ini hati nurani tidak akan mampu untuk memancarkan sinarnya kerana hijab-hijab dosa yang melekat tebal, lapisan lampu makrifat benar-benar terkunci. Dan tidak ada usaha untuk mencari jalan menyucikannya. Kerana itulah hatinya terus kotor dan diselaputi oleh pelbagai penyakit.

Firman Allah:
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya” (QS Al-Baqarah: 10)  

“'Sesungguhnya nafsu amarah itu sentiasa menyuruh manusia berbuat keji (mungkar)” (QS Al-Baqarah: 169) 
“Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus menerus”
 (QS Al-Qiyaamah: 5)  

Kehidupan harian
Dalam kehidupan seharian segala hukum hakam, halal-haram, perintah dan larangan tidak pernah di ambil peduli. Malah buat kejahatan itu sudah sebati. Tidak ada penyesalan, malah kadang-kadang bangga buat jahat. Contohnya dia berbangga dapat merosakkan anak dara orang, bangga dengan kehidupan songsang, minum, berjudi, pergaulan bebas malah jadi barat lebih dari orang barat. Bagi mereka pada peringkat nafsu ini, konsep hidupnya adalah sekali, jadi masa mudalah untuk seronok sepuas-puasnya tanpa mengenal batas-batas. Baik jahat adalah sama sahaja di sisinya tanpa ada perasaan untuk menyesal. Malah kadang-kadang bila boleh buat jahat seolah-olah terdapat perasaan lega dan puas. Itulah sebabnya kadang-kadang ada yang dapat nak mengawalnya dari melakukan sesuatu yang jahat. Dah jadi hobi.
Hatinya telah dikunci oleh Allah sebagaimana firmanNya:
"Tidaklah engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsunya (amarah) menjadi Tuhan dan dia disesatkan oleh Allah kerana Allah mengetahui (kejahatan hatinya) lalu Allah mengunci mati pendengarannya (telinga batin) dan hatinya dan penglihatannya (mata hatinya) diletak penutup."

Manusia pada peringkat nafsu amarah ini bergembira bila menerima nikmat tetapi berdukacita dan mengeluh bila tertimpa kesusahan.

Firman Allah:
"Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia,nescaya mereka gembira dengan rahmat itu.Dan apabila mereka ditimpa suatu musibah akibat kesalahan tangan mereka sendiri, lantas mereka berputus asa."

Jelasnya pada peringkat ini segala tindak tanduknya adalah menuju dan mengikut apa kehendak syaitan yang mana telah dikuasai sepenuhnya olehnya(Syaitan). Rupa sahaja manusia, tapi hati dikuasai syaitan.

Pada peringkat ini, manusia itu tak makan nasihat. Tegurlah macam manapun. Dia tetap tak akan berubah kecuali diberi hidayah olehNya. Mereka tidak pernah takut pada Allah dan hari pembalasan. Malah meremehkan lagi ada. Mengejek dan mencemuh.
Mereka tidak pernah peduli dengan ancaman Allah seperti:
"Akan dicampakkan ke dalam neraka jahanam dari golongan jin dan manusia yang mempunyai hati tidak memrhati,mempunyai mata tidak melihat,mempunyai telinga tidak mendengar.Mereka itu adalah binatang malah lebih hina dari binatang kerana mereak termasuk di dalam golongan yang lalai".

Mereka suka mencela orang lain, memperbodohkan kelemahan orang lain dan melihat dirinya sendiri serba sempurna. Mereka tidak pernah menyandarkan hasil usahanya kepada Allah. Mereka fikir apa sahaja kejayaan mereka adalah hasil titik peluh diri sendiri. Jiwa mereka pada tahap ini adalah kosong dan hubungan dirinya dengan Allah boleh dikatakan tidak wujud.

Sifat-sifat  Ammarah
Manusia-manusia yang memiliki nafsu Amarah biasanya memiliki sifat-sifat Mazmumah iaitu sifat yang dikeji oleh Allah swt. Iaitu sifat-sifat seperti :
Bakhil, berang, dendam kesumat, dengki, emosi,  hasad dengki,  kasih kemegahan, khianat,  ingin masyhur,  iri hati, mengikut hati,  mewah, niat jahat,  pemarah, panjang angan-angan, tamak dunia,, tabiat lalai kepada Allah, terlalu seronok,  zalim,  dan lain-lain lagi.
Biasanya mereka yang dikuasai nafsu Amarah bertindak mengikut fikiran tanpa menggunakan akal. Kadang kadang mereka merasa diri merekalah berkuasa dan semuanya adalah hak mereka. Mereka boleh bersultan di mata dan beraja di hati.
Seperti Firman Allah :

“Sesungguhnya Nafsu Amarah itu sentiasa menyuruh berbuat jahat”
(Surah Yusof – ayat 53)


dan FirmanNya lagi :

“Tidakkah engkau perhatikan orang-orang yang mengambil hawa nafsunya menjadi Tuan dan dia disesatkan Allah kerana Allah mengetahui (kejahatan hatinya) lalu di tutup Allah pendengarannya (telinga batin), mata bashirnya dan tetap tertutup.”
(Surah Al-Jaashiah – ayat 23)


Dan sesungguhnya orang-orang yang dikongkongi oleh nafsu Amarah biasanya tak tahan di uji dan jika di uji dengan satu-satu  ujian atau satu cabaran dan dugaan mereka terus melenting bertindak mengikut fikiran dibawah hasutan syaitan dan kuncu-kuncunya.

Pada peringkat nafsu ini, manusia tetap dikuasai oleh iblis, jiwa mereka sentiasa tegang, fikiran sentiasa kusut, pegangan hanyut dan hati jarang-jarang sekali mengingati Allah SWT.

Mereka di peringkat nafsu ini akan mengingati Tuhan ketika susah dan melupanya ketika senang seperti
 firman Allah di dalam Al-Quran :

“Dan apabila Kami memberikan nikmat kepada manusia, ia berpaling dan menjauhkan diri, tetapi bila ia ditimpa malapetaka maka ia banyak berdoa.”
(Surah Fusilat – ayat 51)


Mereka juga bertindak di dalam sesuatu hal, langsung tidak berpandu kepada syariat Allah SWT. tetapi mereka lebih berpandukan fikiran, angan-angan dan tidak pula pernah terbit pada hati mereka satu perasaan salah terhadap sesuatu kesalahan yang mereka sendiri lakukan.

Sesungguhnya nafsu Amarah ini adalah nafsu binatang. Malahan ianya lebih hina daripada binatang bagi mereka yang menguasai nafsu Amarah.

Mereka mempunyai hati yang tidk memerhati, mempunyai mata yang tidak melihat, mempunyai pendengaran yang tidak mendengar, malahan boleh disifatkan mereka ini sebagai seekor binatang yang berupa manusia.

Seperti firman Allah di dalam Al-Quran :

“Akan di campakkan ke dalam neraka Jahanam daripada golongan-golongan jin dan manusia yang mempunyai hati tidak memerhati, yang mempunyai mata tidak melihat, yang mempunyai pendengaran tidak mendengar, mereka itu adalah seperti binatang, malahan lebih hina daripadanya dan mereka lah termasuk daripada orang-orang yang lalai” (Surah Al-A’araf – ayat 179)

Perlu juga diingatkan bahawa bagi orang-orang yang dikuasai oleh nafsu Amarah biasanya suka bersifat bermuka-muka dengan sesuatu yang diperolehinya dan suka memperbodohkan kelemahan orang lain walaupun rakan karibnya sendiri.
 Mereka mencela orang lain dan membayangkan dialah orang yang paling baik dan sempurna. Mereka bertindak menjaja keburukkan orang kepada orang lain dengan harapan keburukkan orang itu dapat memberi keuntungan kepada diri mereka.Mereka ini tidak ubah seperti ayam  yang mempunyai bulu yang elok tetapi tahi melekat di badannya.

Syurga tidak terjamin untuk mereka kerana mereka ibarat tembaga atau besi berkarat yang perlu dibakar terlebih dahulu sehingga suci bersih. Jika mahu mengikis sifat-sifat kotor dan berkarat ini hendaklah mereka masuk ke dalam golongan sufi serta mengikut cara peraturan orang-orang sufi bagi meleburkan sifat-sifat tersebut.

Penerimaan Ilmu
Dari segi  penerimaan ilmu, orang yang bernafsu amarah hanya berupaya menerima ilmu diperingkat ilmu Qalam. Terutamanya yang mementingkan soal-soal lahiriah dunia sahaja. Tak ada minat kepada pelajaran agama dan hari akhirat. Pada peringkat tidak ada peluang sama sekali untuk menerima ghaib dan ilmu syahadah selagi hatinya kotor dan tidak disucikan dengan pembersihan zikrillah yang mempunyai wasilah bai'ah dengan Rasulullah s.a.w.

Cara-cara menyuci
Justeru daripada itu, adalah menjadi kewajipan diri manusia tersebut haruslah menyucikan sifat-sifat nafsu Amarah tadi supaya terbitnya sifat-sifat murni dan hilangnya sifat-sifat mazmumah dalam diri manusia itu seperti firman Allah :-

“Demi nafsu (manusia) dan kesempurnaan (kejadian) maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu jalan kefasikan dan ketaqwaan. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan nafsunya”(Surah Asy Syam – ayat 7-10) 
Zikir orang-orang Amarah biasanya di lidah tanpa menyerap di dalam hatinya. Zikir nya kosong tidak bertenaga dan bermaya dan sesungguhnya zikir adalah merupakan pencucui bagi menyucikan kekotoran hati yang tidak boleh dicucikan oleh jenis-jenis sabun.

Jiwa mereka ini kosong, hubungan dirinya dengan Empunya Diri adalah terputus langsung. Malahan diri rahsianya dihijab tebal daripada Allah swt.
Diri batinnya kurus melidi, sakit tersiksa sedangkan badan zahirnya gemuk dan sihatnya seperti ubi kayu di tanah bukit, sedang tubuh batinnya di anai-anaikan oleh nafsu Amarah.
Penyakit Nafsu Amarah ini jika dibiarkan menular pada jiwa manusia ianya menyebabkan bertimbunnya pada hakikat selaput-selaput tebal, gelap dan kemas untuk mengingati Tuhannya. Dan hidupnya terus hanyut tidak berpedoman sebagai kabus di waktu pagi ataupun bagai awan di langit. Sesungguhnya bagi mereka yang dikuasai nafsu Amarah merekalah termasuk di dalam golongan manusia yang rugi di sisi Allah SWT.

Oleh yang demikian, maka seseorang itu hendaklah berguru dan berzikir menyucikan diri nya mengikut petua-petua yang diberi oleh guru mereka di dalam usahanya membersihkan dirinya dengan Allah swt.
Maka beramal lah mereka dengan petua-petua yang diberi oleh gurunya sehinggalah terbitnya peningkatan ke satu martabat nafsu yang seterusnya yang bernama nafsu Lawamah.
Untuk membebaskan diri dari cengkaman nafsu ini hendaklah menemukan jalan wasilah ilmu Rasulullah s.a.w dengan menerima tunjuk ajar dari ahli zakir iaitu guru mursyid yang dapat memberikan petua-petua penyucian diri dan penyucian jiwa yang mempunyai mata rantai dengan Rasulullah s.a.w.

Sabda Rasulullah s.a.w:
"Tiap sesuatu ada alat penyucinya dan yang menyuci hati ialah zikir kepada Allah "

Sabda Rasulullah s.a.w:
"Sesungguhnya syaitan itu telah menaruh belalainya pada hati manusia, maka apabila manusia itu berzikir kepada Allah , maka mundurlah syaitan dan apabila ia lupa, maka syaitan itu menelan hatinya"


Khamis, 28 April 2011

KITAB LUBABUB TASAWWUF SYEIKH IBRAHIM AL KURANI


LUBABUB TASAWWUF / SYARHUL MUNTAHI
Karya : Syeikh Ibrahim b. Hasan Al Kurani
Terjemahan Melayu oleh:Syeikh Abdul Rauf b. Ali Al Fansuri

Bismillahirrahmanirrahim,

Kitab ini aku terjemahkan kepada rumi untuk memudahkan sahabat para pemabaca sekeliannya. Bahasanya akan dipermodenkan menurut bahasa melayu sekarang kerana mungkin ada yang todak faham denga lengguk bahasa melayu jawi.
Penterjemahannya sudah siap cuma mengambil masa untuk menaip semula di sini. Harap dapat bersabar.

Ketahuilah oleh mu wahai Penuntut, bahawasanya maksud makrifat itu seperti yang di isyaratkan Nabi saw, dengan sabdanya "Barangsiapa mengenal akan dirinya maka
bhwasanya mengenallah ia akan tuhannya". Dan telah berkata segala para arif billah bhwasanya diri manusia terbahagi kpd 2:

1. Diri yang zahir
2. Diri yang bathin

Maka diri yang bathin itu iaitu tubuh yang hasir
(jismu lathif/halus)

Firman Allah Ta'ala:

Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku. (Al Hijr:28)

Keterangan dlm Kitab:

Diambil biji(benih kejadian adam) dan dijadian insan itu beberapa dinding(dibalut jasad/daging) kemudian ditiupkan'arsalna' - utuskan) ruh/nyawa ('Ruhna' -Ruh Kami)

DIRI YANG ZAHIR

Maka Diri yang Zahir itu

Firman Allah Ta'ala:
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (nutfah) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah (a'laqat), lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging (muzfati), dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik. (Al Mu'minuun:12-14)

Keterangan dlm kitab:

Allah Ta'ala menjadikan daripada sitis mani (nutfah) kemudian menjadi 'darah' (a'laqat) kemudian menjadi 'daging' (muzfati). Kemudian nutfah, darah dan daging itu digerak-gerakkan akan dia dan dibalik-balikkan selama 40 hari.

Apabila sempurna 4 bulan 10 hari maka terciptalah yang zahir daripada anggota telunjuk daripada tangan kanan. Pada hari yang kedua zahirlah kepalanya, pada hari yang ketiga zahirlah tangannya dan kedua kakinya, hari yang keempat dijadikan Allah Ta'ala 360 tulang, 240 dan 28 segala sendi.Kemudian dijadikan Allah Ta'ala 366 urat yg sebahagiannya diam dan sebahagiannya gerak. Gerak dan diam itulah jadi berubahlah perangai kita.

Dan pada hari yang kelima ditambahkan Allah Ta'ala daging.
Dan pada hari keenam ditambahkan Allah Ta'ala kulit, rambut dan kuku.
Dan pada hari yang ketujuh zahirlah hidung dan mulutnya.
Dan pada hari yang ke lapan zahirlah lidahnya.
Dan pada hari yang ke sembilan zahirlah kedua telinganya dan segala rangkanya daripada mulut dan dua matanya dan tempat keluar segala makanannya.
Dan pada hari ke sepuluh ditiupkan Allah dalamnya nyawa.

Kemudian maka bergerak-geraklah anak itu dan diambilnya hati ibu (kabadan ummihi) akan kiblatnya dan sujud ia kepada Allah dengan kurnia tuhannya (Rabb). Berkata setengah ulamak bermula 'nutfah' itu menjadi 'tubuh' dan 'wadi' itu menjadi 'suara' dan 'madi' itu menjadi 'pendengar' dan 'mani' itu menjadi 'pencium' dan 'ma'nikam' iru menjadi 'cahaya'. Maka ada pun 'jauhar' itu apabila ada ia di 'alam kabir' (alam besar) itu namanya 'anfas' (Anfasin) dan apabila ia turun kepada bapa namanya 'nufus' (Nufusin) dan tatkala keluar (drp bapa) turun ia kedalam rahimibunya namanya 'tanapas' (Tanapas) dan tatkala zahir drp perut ibunya namanya 'nafas' (Nafsu).

Sabda nabi saw, "Bermula Nafas itu ( Annafsu) adalah 'jauhar' yang masuk dan keluar daripada badan. Apabila kurang ilmu padanya dinamakan 'jahil'. Tidak dimuliakan oleh Allah Ta'ala pada hari kiamat, di dalam kubur dan di titian siratul mustaqim oleh kerana 'anfas' itu tiada masuk dalam tubuhnya dan 'tanapas' tiada keluar dari badannya.

Adalah 'nafas' itu yang masuk dan keluar dari badan. Sabda Nabi saw, "Hidup manusia di dalam dunia dengan 'nafas' (binnafsi) dan hidup segala manusia diakhirat dgn 'tanapas'

Sabda Nabi saw,

"Allah Ta'ala telah menjadikan insan drp 14 perkara iaitu , 4 dari ibu , 4 dari bapa dan 6 dari perbehendaraan Allah Ta'ala "

4 dari ibu ialah darah, lemak , daging dan rambut.
4 dari bapa urat kecil , urat besar dan segala tulang.
6 dari perbendaharaan Allah Ta'ala ialah pendengaran, penglihatan, pencium, perasaan (zuuk) , akal dan Ruh atau nyawa.

DIRI YANG BATIN
Diri yang bathin itu ialah 'nyawa' (Ar ruh ). Ketahuilah bahawasanya Ruh itu masuk (dlm tubuh) di atas 4 wajah.

1. Ruhul Amin.

FirmanNYA, " telah Kami turunkan Ruhul Amin ke atas hati kamu"

2. Ruhul Quddus.

FirmanNYA, " Katakanlah oleh mu ya Muhammad, telah Kami turunkan baginya Ruhul Quddus drp Tuhan kami dengan sebenar2nya ...... bagi menetapkan hati segala mukmin."


Rabu, 27 April 2011

NAFSU : PENGERTIAN, SIFAT DAN TINGKATANNYA



NAFSU (NAFS/JIWA/DIRI/EGO)

PENGERTIAN NAFSU

1                    Jauhar Lathiff (permata halus) yang mengandung kekuatan hidup, berkehendak, bergerak dan berkemahuan. Ia dinamakan dengan “ruh haiwani” yang terletak di antara hati dan jasad.

2                    Ia juga dikenali dengan nafs natiqah (nafsu yang berakal). Sebagaimana yang diisyaratkan oleh Allah Taala dalam Al qurab (surah 24:35) dengan ungkapan ‘Syajarah mubarakah zaitunah” (pohon zaitun yang penuh berkah). Ia mempunyai derejat yang paling tinggi kerana tidak berada di timut atau tidak juga dibarat atau di alam arwah tunggal (mujarrad)

3                    Ia adalah dimensi manusia yang berada di antara roh (cahaya) dan jasmani (kegelapan)

4                    Mempunyai dua erti iaitu
(a)    kekuatan hawa nafsu amarah, syahwat dan perut yang terdapat dalam jiwa manusia dan merupakan sumber timbulnya akhlak
(b)   Jiwa rohani yang bersifat lathiff, rohani dan rabbani. Ia merupakan hakikat diri dan zat manusia kerana memiliki sifat rohani yang lembut (lathiff) dan mempunyai sifat ketuhanan (rabbani). Dikatakan berfungsi sangat besar dalam kehidupan manusia.

5                    Nafs juga mempunyai beberapa erti lain antaranya:
(a)    Peribadi atau diri dalam suasana fizikal bukan merupakan dimensi yang terpisah
(b)   Kesedaran dan perikemanusiaan iaitu segala perkara berkaitan dengan pengalaman kegelisahan, ketenangan, sakit dan lain-lain, hanya diri sendirilah yang merasainya dan belum tentu ditonjolkan melalui penglihatan fizikal. Orang lain hanya setakat dapat membayangkannya apa yang dirasakan oleh perasaan dalaman seseorang.
(c)    Sebagaia kehendak, kemahuan dan nafsu-nafsu. Merupakan kekuatan penggerak yang membangkitkan kegiatab dalam diri makhluk hidup dan penggerak tingkah laku serta mengarahkan kepada sesuatu tujuan.

6                    Nafs dari sudut pengertia lain mempunyai dua makna:
(a)    Menghimpun dua kekuatan amarah dan syahwat dalam diri manusia (lazim digunakan oleh ahli sufi)
(b)   Luthf yakni hakikat diri dan esensi manusia. Ia disifati dengan berbagai sifat yang bebeza bergantung kepada keadaan ihwalnya.

7                    Dalam kajian ilmu tasawwuf, nafs ini diertikan sebagai sesuatu yang melahirkan sifat tercela

8                    Imam Ghazali mengatakan, nafs sebagai pusat kemampuan untuk marah dan syahwat pada manusia dan sebagai pangkal dari segala sifat tercela. Menurutnya. Sebelum manusia mencapai derejat Mutmainnah. Ia memerlukan latihan kerohanian atau mujahadah untuk melawan berbagai kecenderungan jiwa rendah dan nafsu yang menjauhkan hati dari Allah. Nafsu ini mempunyai dua tingkatan sebelumnya iaitu
a-      Nafsu Ammarah yakni jiwa atau nafsu yang selalu menyuruh kejahatan (Al quran surah 12;53)
b-      Nafsu Lawammah yakni nafsy yang menyesali diri sendiri. Hal ini dikehendaki dalam Al quran (surah75:2)

9                    Nafsu juga dikatakan sebagai wilayah imaginasi. Allah ada dalam diri kita, tetapi kita tidak dapat melihat Allah. Tasawwuf ditujukan untuk mengubah jiwa rendah (nafsu ammarah) untuk menjadi jiwa yang lebih tinggi (Nafsu Kamiliah) dan melihat di mana-mana.

10                Seringkali juga nafsu digunakan dalam pengertian yang negatif, kerana dorongan yang terkandung di dalamnya dan disebabkan terdapat ikatan antara hasrat dan kebodohan. Ia dikenali sebagai nafsu Ammarah bis’su (jiwa yang mengajak kepada kejahatan). Dikatakan jiwa boleh ditingkatan mellaui nafsu lawammah ( jiwayang tercela) Al quran surah 75:2. yang dalam keadaan tertentu mirip kepada pemikiran, maka nafsu tersebut dapat dibersihkan dan dikembalikan kepada jiwa yang sebenarnya sebagai nafsu Mutmainnah (jiwa yang tenteram) yang terjamin masuk syurga.

    
 SIFAT-SIFAT NAFSU (Menurut kitab Mishbah Al Hayat)

1        Sifat Hawa Nafsu (Hawa/kebudakan) iaitu nafsu yang selalu ingin menikmati kesenangan-kesenangan jasad dan jasmani serta memenuhi hasrat-hasrat dan berbagai keinginan hawa nafsu
2        Sifat kemunafikan (nifaq) iaitu dalam banayak perkara nafsu ini tidak sehaluan dengan batinnya. Menyanjung atau memuji setinggi langit di hadapan tetapi mengutuk atau memperkecilkannya di belakang.
3        Sifat bermegah-megahan atau suka menunjuk-nunuk (ria)
4        Sifat mengakui sifat ketuhanan (uluhiyyah) dan keras kepala menentang Allah
5        Sifat kikir dan tamak


 TINGKATAN NAFSU  (Mengikut Ahli tasawwuf)

 Menurut  Abd Karim Al Jilli, membahagi kan kepada 5 tingkat:

1          An-Nafs Al Hayawaniyah (jiwa kebinatangan) iaitu jiwa yang patuh kepada dorongan-dorongan alamiah
2          An-Nafs Al Ammarah (jiwa yang memerintah) iaitu jiwa yang suka menurut kesenangan syahwat, tanpa peduli perintah dan larangabn Allah
3          An Nafs Al Mulhamah (jiwa yang memperoleh ilham Tuhan dengan sifat keraguan) iaitu jiwa yang mendapat bimbingan Tuhan untuk berbuat kebaikan
4          An Nafs Al Lawammah (jiwa yang  menyesali diri) iaitu jiwa yang goyah dalam pendiriannya
5          An Nafs Al Muthmainnah (jiwa yang tenteram) iaitu jiwa yang menuju Tuhan dalam ekadaan tenang dan berada di sisi Tuhan dalam keadaan tenteram.

 Menuurut kebanyakan Ahli Tasawwuf :
1          Nafsu ammarah Bis’su (mengajak membuat perkara tercela) .Jenis jiwa ini yang belum jinak dan ini adalah jiwa yang dimiliki oleh tingkatan orang muslim
2          Nafsu Mulhimah (jiwa yang tercela) dimiliki oleh orang-orang tingkatan mukmin
3          Nafsu Lawammah (jiwa yang menyesali) dimiliki oleh orang pada tingkatan makrifat (arif)
4          Nafsu Mutmainnah (jiwa yang tenteram) dimiliki oleh orang sufi yang berada pada tingkatan Muwahhid.

TINGKATAN KEROHAIAN DN NAFSU

1          Shadr               :           Mendapat cahaya Nur al Islam. Belajar membaca
                                                Mutu: masih jadi pelupa
                                                Peringkat Jiwa : Nfsu Ammarah, gelaran ‘Muslim’

2          Qalb                :           Mendapat cahaya Nur al Iman, pemberian Allah
                                                Mutu : Sudah mengetahui kenyataan sebenar
                                                Peringkat Jiwa : Nafsu Mulhimah, gelaran ‘Muslim’

3          Fu’ad               :           Mendapat cahaya Nur al Makrifat, pemberian Allah
                                                Mutu : Sudah melihat kenyataan sebenar
                                                Peringkat jiwa : Nafsu Lawammah, gelaran ‘Arif’

4          Lubb                :           Mendapat cahaya Nur al Tauhid, pemberian Allah
                                                Peringkat jiwa : Nafsu Mutamainnah, gelaran ‘Muwahid’

Isnin, 25 April 2011

SYEIKH ABU YAZID AL BUSTAMI : UCAPAN, PENGALAMAN DAN PENGALAMAN KEROHANIAN


UCAPAN-UCAPAN KEROHANIAN SYEIKH ABU YAZID AL BUSTAMI
1        Selama 30 tahun saya mencari Tuhan, tetapi apabila saya fikir dan pandang dengan seksama, saya dapati pada hakikatanya Allah yang mencari dan saya lah dicariNya”
2          ” Selama 30 tahun lamanya saya mengamalkan membasuh mulut 3 kali sebelum saya duduk menyebut nama Allah”
3          ” jangan uji Tuhan dengan sepotong dua roti”
4          “Hendaklah engkau rasai diri mu itu sebagai kosong”
5          ”Aku mohon rahmatNya dari pemberi rahmat dan bukanmohon keramat”
6          ”Apa sahaja yang saya dapat adalah kuniaaan Allah dan bukan kerana usaha dan amalan kerohanianku”
7          ”telah bertahun-tahun lamanya saya ingin hendak menyembah sembahyangku kepada Allah yang boleh diterimaNya, tetapi hingga kini saya masih belum juga berjaya”
8          ”Dengaa sembahyang bersungguh-sungguh selama lebih dari 40  tahun, maka hijab itu pun terbuka. Dengan tawaduk saya, saya mohon kepada Allah menunjukkan jalan kepada Nya. Saya terdengar suara ketuhanan berkata: ”kamu tidak dapat memasuki jalan itu sehingga kamu buangkan segalanya, walaupun tempayan             pecah dan selimut koyak yang ada di samping kamu itu”Dengan segera saya buangkan segalanya itu. Jalan itu pun ditunjukkan kepada saya.Saya diperintahkan supaya berkata-kata kepada mereka yang ingin menurut jalan itu, bahawa mereka tidak adapat menempuh jalan tersebut sehingga merekamembuangkan segalanya sepetri yang saya lakukakan”
9          ”Jika aku minta satu lepas satu permintaan kepada Allah, dia menjauhkan diri Nya dari ku. Tetapi bila aku inginkan pandanganNya, aku pun lupa segala permintaan ku dan lalu berkata: ” Ya Allah !, jadilah kepunyaan Abu Yazid dan lakukankanlah apa yanag kamu suka kepadanya”
10        ”kelazatan berdampingan dengan Allah itu tidak akan aku tukarkan dengan kerajaaan dunia ini”
11        ”Aku bersayarah selama 40 tahun. Tidak seorangapun yang dapat menuju melalui syarahaku itu, kecuali Allah menghendakinya supaya orang itu maju dalam bidang kerohaniannya itu tanpa syarahanku”
12        ”Aku ini hamba Allah, kenapa pula kehendak ku mendahului kehendakNya”
13        “Jangan bergantung dengan usaha mu, tetapi bergantunglah dengan rahmatnya”
14        ”Siapa diksihi Allah, dia akan diberi penderitaan dan kesususahan”
15        Anggaplah kekuatan hidupmu itu hanya untuk hari ini, tidaklebih dari itu”
16        ”Bersaama dengan orang-orang salih itu lebih baik dari melalukan amalan saleh. Dan bersama syaitan itu adalah lebih hina dari melalukan perbuatan keji dan dosa”
17        ” Berpuasa itu mendatangkan rahmat”
18        ”Kasih kepada Allah menyebabkan kamu lupakan dunia ini dan akhirat”
19        ” Orang yang tidak merasa lazat dalam menyembah Allah, akan menghabiskan masanya dalam hal-hal keduniaaan. Tetapi orangyang lazat dalam mengenang Allah, menasihatkan mereka yang ingin menuju kepada Allah supaya menghindarkankan makhluk. Dengan bersama  orang ramai itu adalah membuat seseorang meluapakan Allah”
21        ”Aku haiaran kenapa ahmaba yang sudah kenal; Allah itu menyembah Dia pula kenapa berada dalam diri sendiri dan tidak masuk ke dalam mabuk Allah (Zauk) dan hapus segala yang lain kecuali Allah!. Bagaimana seseorang yang telah fana dalam Allah itu hendak menyembahnya pula?”


PENGALAMAN KEROHANIAN ABU YAZID

1          “ Apabila Allah menfanakan daku dan membawa  daku ke baqa denganNya, dan membuka hijab yang mendindingi daku dengan Dia. Maka aku pun dapat memandangNya dan ketika itu jua hancur leburlah pancaindara ku dan tidak dapat hendak berkata apa-apa. Hijab diri tersingakap dan saya berada di kedaaan itu beberapa lama tanpa pertolongan pancaindera. Kemudian Allah kurniakan daku mata ketuhanan dan telinga ketuhanan, dan daku dapati segala segalanya adalah di dalam Dia jua”

2          “ Ku memehon supaya berada dalam dia. Daku pun diperintahkan supaya keluar dari bidang syaria’at”
3          “ Apabila Allah memisahkan dan melepaskan daku dari semua makhlukNya. Dia kurniakan saya dengancahayaNya dan daku diberi tahu akan rahasia-rahasiaNya, maka terlihatlah akan daku Allah itu dengan mata hatiku. Pabila daku bandingkan nur cahaya Allah dengan diriku, maka terasa hina dan tidak benilainya daku. Di hadapan kescucianNya, adku adalah tidak suci”
4          ”Aku pun masuk ke dalam satu kehidupan yang tidak ada mati-mati lagi dan wujud saya adalah kekal”
5          ”Ku keluar selangkah dari bendul ketuhanan itu tetapi aku berasa lemah llu jatuh. Terdengar suara ketuhanan membisikkan: ”Bawa kembali kekasih ku kepada Aku, kerana dia tidak dapat hidup tanpa Aku dan tidak dapat bergerak selangkah pun tanpa Aku”
6          ”Kemudian suara Ketuhanan memberitahu daku bahawa, makhluk ingin hendak melihat daku. Aku menjawab: ”aku hendak melihat Engkau sahaja, tidak mahu melihat yang lain. Tetapi andainya sudah kehendak Mu supaya makhluk melihat daku, maka aku menerima perintah Mu. saya berdoa agar kurniaan kepakda ku Wahdaniat (keesaaaNya), supaya apabila makhluk melihat daku ia akan menumpukan pandangan mereka kapada kejadian Mu dan kepada Mu jua, dan aku tidak menjadi pendidding antara Engkau dan kejadian Engkau”. Allah perkenankan doa aku. Semejak itu, dalam keadaan itu, makhluk nampak oleh saya.”
7          ” Aku dapati bahawa hanya dengan adanya kurniaan Allah untuk memberi daya upaya kepada kita unmuk melakukan latihan kerohaian itu sahaja, maka kita dapat melakannya. Oleh itu, pelaku pada hakikatnya Allah taala jua”
8          ”Dalam Dia itu, saya mohon kepadaNya agar Dia berada di sampingku dan jauh dari manusia dan hal-hal keduniaan, apa sahaja selain Dia. Allah pun mengabulkan doa ku , lalu mengurniakan kepada ku rahmatNya dan masuklah aku ke dalam bidang tauhid, dan di situ aku diberitahu bahawa semenjak peristiwa itu, kehendak aku kehendak Dia jua”
9          ”Allah yang Maha Besar telah berkenan menerima daku di dalam 2,000 tingkatan, di dalam setiap tingkatan itu Dia menawarkan sebuah kerajaan kepada ku tetapi ku tolak. Allah berakata kepada ku: ” Abu Yazid, apakah yang engkau inginkan”. Aku menajawab: ” Aku ingin tidak menginginkan”