Catatan Popular

Sabtu, 29 Ogos 2015

RISALAH DARQAWI BAHAGIAN 1

Ar Rasail al Darqawiyah OLEH MAULAY AL ARABI AD DARQAWI


(BAHAGIAN 1)

Transliterasi Kitab ar-Rasail ad-Darqawiyah - Surat-surat Maulay al-‘Arabi ad-Darqawiy yang diterjemah dan diberi syarah oleh al-Faqir-ilallah Muhamad bin ‘Ali bin Ahmad al-Ibrahimiy as-Sulaimani al-Fathoni tsumma al-Taranqanuwi tsumma al-Kelantani

(Transliterasi dari tulisan Jawi kepada tulisan Rumi beserta dengan tambahan pada notakaki oleh: hamba yang faqir lagi haqir Abu Zahrah Abdullah Thahir al-Qedahi.


Sedutan daripada surat-surat as-Syeikh al-Arabi ad-Darqawi asy-Syadzali al-Maliki

رضي الله عنه:

Jikalau engkau menghendaki perjalananmu dipendekkan supaya segera engkau sampai kepada tahqiq atau mencapai kesedaran ruhaniah, maka hendaklah engkau berpegang teguh kepada faraidh yakni segala amalan yang fardhu [didalam teks asal disebut – waajibaat yakni perkara-perkara yang diwajibkan. الله أعلم] dan kepada segala nawafil yakni segala amalan yang sunat. Pelajari ilmu dzahir setakat yang tidak dapat tidak (yakni fardhu ain) untuk beribadat, tetapi jangan berlengah-lengah menghabiskan waktu padanya, kerana engkau tiada dikehendaki mempelajarinya secara mendalam(1), apa yang perlu bagimu ialah bahawa engkau memperdalami ilmu bathin (yakni ilmu selok-beluk hati atau ilmu jalan ke akhirat atau ilmu tasawwuf). Lawanlah nafsumu, nescaya engkau akan melihat pelbagai keajaiban.-الخلق الكريم - (yakni “budi pekerti yang mulia”) tiada lainnya melainkan tasawuf kaum shufi, sebagaimana ianya agama bagi orang yang berpegang kepada agama. ولعنة الله على الكاذبين (Semoga laknat Allah lah atas orang-orang yang berdusta)(2)

Demikian pula, sentiasalah jauhi daripada terikat kepada keseronokan atau kelazatan yang datang melalui saluran pancaindera, kerana ia adalah lawan daripada pengalaman ruhaniah atau kehidupan secara ruhaniah, dan dua yang berlawanan ini tak mungkin bertemu, yakni tak mungkin dihimpunkan sekali. Tiap-tiap engkau memperkuatkan pancaindera (yakni dengan menumpukan perhatian kepada keinginan-keinginan jasmani) maka engkau memperlemahkan ruh, demikanlah ‘akasnya [sebaliknya].

Dengarlah apa yang berlaku pada shaikh kami رضي الله عنه pada permulaan perjalanan ruhaniyahnya. Ia baharu sahaja memukul tiga takaran gandum lalu diberitahunya kepada shaikhnya bahawa ia telah perbuat demikan. Maulay al-‘Arabi bin ‘Abdullah berkata kepadanya: “Kian engkau tertumpu kepada pengalaman atau kelazatan-kelazatan pancaindera (yakni syahwat jasmaniah), maka kian berkuranglah engkau dalam pengalaman atau kelazatan ruhaniah, maka kian engkau tertumpu pada kepada pengalaman atau kelazatan ruhaniah, maka kian engkau berkuranglah engkau tertumpu atau terikat kepada pengalaman dan kelazatan pancaindera.(3)

Ini jelas kerana selagi engkau bersahabat dengan ahli dunia, masakan dapat engkau mencium keharuman ruhaniah pada mereka, kau hanya akan dapat mencium bau peluh mereka, lantaran mereka telah diper’abdikan oleh pengalaman keseronokan-keseronokan pancaindera, syahwat jamaniah menguasai hati meraka dan segala anggota mereka, mereka melihat untung laba mereka hanya pada perkara-perkara yang berkaitan dengan nafsu, maka mereka bercakap tentang itu, mereka menyibukkan diri dengan itu, mereka bersukaria dengan itu sahaja dan tidak dapat membebaskan diri mereka daripada diperbudakkan nafsu.

Namun demikian, ramai pula orang yang telah membebaskan diri daripada perbudakan nafsu untuk terjun kedalam samudera ilmu ruhani sepeninggalan umur mereka yang masih ada. (semoga Allah redha dengan mereka dan semoga kita memperoleh manfaat daripada berkat mereka, آمين, آمين, آمين.) Seolah-olah seperti Allah Ta’ala tiada mengurniakan ruh kepada ahli dunia, pada hal setiap orang daripada mereka adalah daripada ‘alim ruhani, sebagaimana segala ombak adalah sebahagian daripada lautan. Kalaulah mereka menginsafi perkara ini nescaya mereka tiada akan membiarkan diri mereka diseleweng oleh pengalaman dan kelazatan pancaindera, daripada menumpukan perhatian kepada ruh (yakni kepada pengalaman dan nikmat-nikmat ruhani), kalaulah mereka menginsafi ini, nescaya mereka akan mendapati di dalam diri mereka pelbagai lautan samudera yang tidak terbatas, -والله على ما نقول وكيل- dan Allah adalah saksi atas apa yang kami ucapkan – [surah al-Qasas:28]

____________________________________

Notakaki:-

(1) Berkata asy-Syeikh Abdullah bin Ahmad al-Maaliki: أقلل من علم فإنه يقسي القلب Artinya: Sedikitkanlah daripada ilmu dzahir (yakni ilmu usuluddin, ilmu fiqh dan seumpamanya – ambillah sekadar menyempurnakan fardhu ain) kerana bahwasanya iaitu mengeraskan hati. Disebut oleh Ibn Farhun didalam kitab: الديباج المذهب في معرفة أعيان علماءالمذهب.
***Menurut guru kami, yang dimaksudkan disini [secara ringkasnya], ianya adalah untuk para salik dari kalangan orang yang awam. Adapun bagi penuntut ilmu maka ianya hendaklah mempelajarinya sedalam yang termampu. Bahkan ianya merupakan tuntutan fadhu kifayah dan perlu dalam menyelesaikan permasalahan ummah dan menjadi benteng dari fahaman-fahaman yang terkeluar dari ahlus sunnah wal jamaah. Dan hendaklah bersihkan niatnya dari belajar untuk bermujadalah dengan ulama’ atau menunjuk-nunjuk akan kealimannya pada orang jahil atau untuk mendapat habuan-habuan keduniaan. ***

(2) Ini mengingatkan kita kepada firman Allah dalam surah ‘ali ‘Imran:61 yang berakhir dengan (فنجعل لعنة الله على الكذبين) yang bererti “ … dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang berdusta.

(3) الحس : Pancaindera disini sebagaimana juga didalam kitab Iqazul Himam fi Syarh al-Hikam oleh Ibn ‘Ajibah; Yang dimaksudkan ialah terikatnya seseorang itu kepada pengalaman atau kelazatan yang datang melaui indera yang lima atau dimaksudkan keinginan-keinginan jasmaniah.


TAFSIR AL QURAN AKBAR AL FAATIHAH SURAT KE 1 : 7 AYAT



TAFSIR AL QURAN AKBAR AL FAATIHAH  SURAT KE 1 : 7 AYAT
JUZ 1





1. Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang[1].

[1] Maksudnya: saya memulai membaca al-Fatihah ini dengan menyebut nama Allah. Setiap pekerjaan yang baik, hendaknya dimulai dengan menyebut asma Allah, seperti makan, minum, menyembelih hewan dan sebagainya. Allah ialah nama zat yang Maha Suci, yang berhak disembah dengan sebenar-benarnya, yang tidak membutuhkan makhluk-Nya, tapi makhluk yang membutuhkan-Nya. Ar Rahmaan (Maha Pemurah): salah satu nama Allah yang memberi pengertian bahwa Allah melimpahkan karunia-Nya kepada makhluk-Nya, sedang ar Rahiim (Maha Penyayang) memberi pengertian bahwa Allah senantiasa bersifat rahmah yang menyebabkan Dia selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya.
 
2. Segala puji[2] bagi Allah, Tuhan semesta alam[3].
[2] Alhamdu (segala puji). Memuji orang adalah karena perbuatannya yang baik yang dikerjakannya dengan kemauan sendiri. Maka memuji Allah berrati: menyanjung-Nya karena perbuatanNya yang baik. Lain halnya dengan syukur yang berarti: mengakui keutamaan seseorang terhadap nikmat yang diberikannya. Kita menghadapkan segala puji bagi Allah ialah karena Allah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji.

[3] Rabb (Tuhan) berarti: Tuhan yang ditaati Yang Memiliki, Mendidik dan Memelihara. Lafal rabb tidak dapat dipakai selain untuk Tuhan, kecuali kalau ada sambungannya, seperti rabbul bait (tuan rumah).
'Alamiin (semesta alam): semua yang diciptakan Tuhan yang terdiri dari berbagai jenis dan macam, seperti: alam manusia, alam hewan, alam tumbuh-tumbuhan, benda-benda mati dan sebagainya. ALlah pencipta semua alam-alam itu.
 
3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.


4. Yang menguasai[4] di Hari Pembalasan[5].
[4] Maalik (Yang Menguasai) dengan memanjangkan mim,ia berarti: pemilik. Dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja.

[5] Yaumiddin (Hari Pembalasan): hari yang diwaktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya yang baik maupun yang buruk. Yaumiddin disebut juga yaumulqiyaamah, yaumulhisaab, yaumuljazaa' dan sebagainya.

5. Hanya Engkaulah yang kami sembah[6], dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan[7].
[6] Na'budu diambil dari kata 'ibaadat: kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena berkeyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya.

[7] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.


6. Tunjukilah[8] kami jalan yang lurus,
[8] Ihdina (tunjukilah kami), dari kata hidayaat: memberi petunjuk ke suatu jalan yang benar. Yang dimaksud dengan ayat ini bukan sekedar memberi hidayah saja, tetapi juga memberi taufik

7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.[9]
[9] Yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai dan mereka yang sesat ialah semua golongan yang menyimpang dari ajaran Islam.

1. Al Faatihah
 Penutup 

Surat Al Fatihaah ini melengkapi unsur-unsur pokok syari'at Islam, kemudian dijelaskan perinciannya oleh ayat-ayat Al Quran yang 113 surat berikutnya.

Persesuaian surat ini dengan surat Al Baqarah dan surat-surat sesudahnya ialah surat Al Faatihah merupakan titik-titik pembahasan yang akan diperinci dalam surat Al Baqarah dan surat-surat yang sesudahnya.

Dibahagian akhir surat Al Faatihah disebutkan permohonan hamba supaya diberi petunjuk oleh Tuhan kejalan yang lurus, sedang surat Al Baqarah dimulai dengan penunjukan al Kitaab (Al Quran) yang cukup sempurna sebagai pedoman menuju jalan yang dimaksudkan itu.

 

Jumaat, 21 Ogos 2015

SYARAH KITAB AL- HIKAM ATHAILLAH KE 30 SYARAH IBN ABBAD AR RUNDI : KELBIHAN JIKA BERLEBIHAN....ORANG YANG TELAH MENCAPAINYA



SYARAH SYEIKH IBN ABBAD AR RUNDI  (TOKOH SUFI MOROKO)

Menurut Kalam Hikmah ke 30 Imam Ibnu Athaillah Askandary:  

"Hendaklah orang yang mewah membelanjakan daripada kemewahan beliau ... [65: 7]": orang-orang yang telah mencapai-Nya. ".. Dan hendaklah orang yang disempitkan peruntukan telah sempit baginya ... [65: 7]": mereka yang menuju kepada-Nya
                                       
.
Biarlah mereka yang berlebihan dalam kefahaman dan pengetahuan dan juga rahsia nafkah yang berlbihan menyebarkannya kepada orang lain, dan ini adalah orang-orang yang sampai kepada-Nya [al-wasiloon]

Orang-orang yang di sempitkan rezekinya dalam aspek ini mereka dapat menghabiskan seberapa banyak yang mereka dapat dari apa yang Tuhan berikan kepada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang masih di sepanjang jalan kepadanya [al-sa'iroon].