Catatan Popular

Isnin, 23 Mei 2016

HIKAM AL HADDAD 3 : HIKMAT ILAHI PADA PENCIPTAAAN HAL-HAL YANG BERLAWANAN



Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah,

Oleh  Al-Imam Abdullah Al-Hadad.r.a {Pengasas Tarekat Haddadiyah}

Adakalanya seseorang yang lemah bashirah1-nya memandang kepada alam ini lalu melihat berbagai hal yang saling berlawanan. Seperti adanya cahaya dan kegelapan, kebaikan dan kejahatan, perbaikan dan perusakan, manfaat dan mudarat, dan lain sebagainya. Mungkin ia membisikkan dalam hatinya atau menggambarkan dalam angan-angannya bahwa seandainya dalam alam ini hanya ada cahaya, kebaikan, perbaikan, dan manfaat saja, niscaya akan lebih utama dan lebih baik. Mungkin pula akan timbul protes atau sanggahan dari orang itu terhadap Allah Swt.

karena telah menciptakan sifat-sifat dan keadaan yang berlawanan dengan itu semua. Ia mengira bahwa ke-wujud2-an hal-hal itu semuanya tak ada artinya dan penciptaannya pun tidak ada hikmahnya. Itu hanya menunjukkan kejahilan, kebodohan, dan kelengahan dari orang yang berangan-angan tersebut. Sebab, Allah Swt. (bagi-Nya segala puji) adalah yang paling bijak di antara para bijak bestari. Dialah Tuhan yang memiliki ilmu yang mutlak, tak terbatas, yang melingkungi segala sesuatu dari segenap arahnya. Dialah yang paling kuasa di antara semua yang kuasa, paling pengasih di antara semua pengasih. Dalam suatu atsar 3 disebutkan bahwa Allah Swt. berfirman:


Sesungguhnya Akulah Allah, tiada tuhan melainkan Aku. Telah Kuciptakan kebaikan dan kejahatan dan Kuciptakan masing-masing ahlinya bagi keduanya. Berbahagialah ia yang Kuciptakan untuk menjadi ahli kebaikan dan Kumunculkan kebaikan dari sisinya. Celakalah ia yang Kuciptakan untuk menjadi ahli kejahatan dan Kumunculkan kejahatan dari dalam dirinya. Kemudian, celakalah bagi siapa yang berkata, "mengapa, bagaimana". (Atsar ini dikutip dengan maknanya.)


Oleh sebab itu, orang yang mengatakan, "mengapa, bagaimana, dan seandainya", pada saat ia melihat hal-hal yang tidak ia ketahui alasannya dan tidak ia capai makna hikmahnya yang terkandung di dalamnya, dapat dinyatakan sebagai seorang yang menyanggah kebijaksanaan Allah dan melawan-Nya dalam tadbir4-Nya. Ketahuilah bahwa kewujudan alam ini yang disertai dengan adanya berbagai hal di dalamnya, yang saling berlawanan dan berlainan, adalah kewujudan yang paling sempuma dan paling baik.

Tiada sesuatu yang mencerminkan kebijakan dan mendatangkan kebaikan lebih besar daripadanya apabila dikaitkan dengan tujuan penciptaan alam dan sasaran yang hendak dicapai dengannya. Camkanlah hal ini.
Tak dapat dimungkiri bahwa alam ini dalam kewujudannya berada pada salah satu di antara empat keadaan:
1. Tetap seperti keadaannya sekarang, yakni dengan segala keberlawanan atau kontradiksi yang maujud kini.
2. Yang ada di dalamnya hanyalah kebaikan murni dan kemanfaatan semata-mata.
3. Yang ada di dalamnya hanyalah kejahatan dan kemudaratan semata-mata.
4. Tidak terwujudnya alam ini sama sekali.

Hanya empat keadaan ini saja, tidak ada kelimanya yang dapat dibayangkan dalam pikiran. Adapun seandainya alam ini dalam keadaan 'adam (tidak ada sama sekali, non existence), maka tidak akan dapat disebut sebagai sesuatu, tidak ada hakikat pada dirinya, dan oleh sebab itu tidak ada artinya sama sekali. Adapun seandainya yang ada di alam ini hanya kebaikan murni semata-mata, niscaya ia akan lumpuh disebabkan hikmah-hikmah dan maslahat segala sesuatunya akan menjadi batal dengan sendirinya. Alam seperti itu hanya berupa setengah kewujudan, dan dengan demikian takkan tercapai tujuannya yang memang dikehendaki dan diciptakan untuknya.

Adapun seandainya yang ada dalam alam ini hanyalah kejahatan dan kemudaratan semata-mata, niscaya ia tak ada gunanya dan tidak perlu ada.

Dari hasil pembahasan di atas dapat diketahui bahwa kondisi yang dapat disaksikan di alam sekarang adalah yang paling baik, paling sempuma, paling utama, dan paling patut. Dari uraian kami itu pula dapat dipahami makna persoalan yang disebutkan oleh Hujjatul-Islam Imam Al-Ghazali.rhm pada bagian tentang Tauhid dalam kitab Ulum Al-Din yang disimpulkannya dengan ungkapan:


"Tidak mungkin terwujud yang lebih indah (atau lebih sempurna) daripada yang telah terwujud."

Ucapan Imam Al-Ghazali.rhm itu mengandung kebenaran, dapat diterima baik, dan tak ada keberatan padanya. Meskipun demikian, tampaknya beliau (rahimahullah) agak berlebih-lebihan dalam penganalisisan dan penyimpulan masalah tersebut, sedangkan ruang untuk bahasannya terlalu sempit, sehingga susunan kalimatnya kurang mampu menjangkau makna sebenamya yang hendak dituju. Sebagai akibatnya, timbul kemusykilan dan ketidakjelasan. Adapun yang dimaksud oleh Imam Al-Ghazali memang benar, begitu pula maksud yang dikehendakinya amat mulia, meski juga pelik. Seperti itu pula yang dapat dikatakan mengenai masalah-masalah pelik lainnya. Jika seorang 'alim yang 'arif hendak menyampaikan pemahamannya kepada siapa yang bukan ahlinya, masalah tersebut akan bertambah tidak jelas dan musykil, dan jadilah si 'alim sasaran kecaman orang-orang yang tidak termasuk ahli dalam ilmu tersebut atau kurang mantap pijakan keilmuannya.

Ketahuilah pula bahwa dalam kewujudan alam ini, seperti apa adanya, terkandung berbagai petunjuk mengenai nama-nama Allah (al-asma' al-husna) dan sifat-sifat-Nya yang pengetahuan tentang itu semua tidak akan sempuma kecuali dengan keberadaan alam seperti keadaannya kini. Cahaya, sebagai contoh, tidak mungkin dikenali dengan selayaknya kecuali dengan sesuatu yang berlawanan dengannya, yakni kegelapan. Kebaikan, tidak mungkin dikenali kecuali dengan lawannya, yakni kejahatan. Demikian pula tentang perbaikan dan perusakan, manfaat dan mudarat, sehat dan sakit, dan segala sesuatu lainnya yang saling berlawanan dan berlainan.

Perhatikan baik-baik uraian kami dalam pasal ini. Sebab, ia termasuk di antara hikmah yang tinggi dan hakikat nan lembut, yang untuk menjelaskannya secara sempurna membutuhkan ucapan yang banyak dan uraian yang panjang. Sungguh Allah mengetahui yang benar dan menunjuki jalan yang lurus.

HIKAM AL HADDAD 2 : BAHAYA PENYAKIT HATI DIBANDINGKAN PENYAKIT TUBUH



Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah, 

Oleh  Al-Imam Abdullah Al-Hadad.r.a {Pengasas Tarekat Haddadiyah}

Penyakit-penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk daripada penyakit-penyakit tubuh ditinjau dan berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan mudarat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagia di dunia dan di akhirat; dan bermudarat bagi akhiratnya, yaitu tempat kediaman yang baqa, kekal, dan abadi.

Adapun penyakit tubuh tidaklah mendatangkan mudarat atas seseorang kecuali di dunianya yang fana yang segera sima, serta tubuhnya yang menjadi sasaran penyakit akan hancur luluh dalam waktu yang cepat. Apalagi penyakit tubuh itu sebenarnya amat berfaedah bagi seseorang dalam agama dan akhiratnya. Sebab, Allah Swt. menyediakan pahala yang sangat besar bagi si penderita sakit, di samping banyak faedah dan manfaat lainnya yang segera ataupun pada waktu mendatang, sesuai dengan yang disebutkan dalam berbagai ayat dan hadis tentang pahala yang disediakan pada penyakit dan bencana yang menimpa tubuh.
Kemudian, karena penyakit hati tidak terjangkau secara indriawi dan tidak menimbulkan rasa sakit, sulitlah ia diketahui dan ditemukan. Perhatian padanya amat sedikit dan daya upaya untuk mengobatinya pun lemah sekali, seperti yang disebutkan oleh Imam Al-Ghazali.rhm, "Penyakit hati itu laksana penyakit sopak (belang) di wajah seseorang yang tak memiliki cermin. Jika ia diberi tahu orang lain pun, mungkin ia tak memercayainya. "

Selain itu, berbagai azab dan hukuman yang diancamkan atas diri seseorang sebagai akibat penyakit-penyakit hati, kelak di akhirat, adalah sesuatu yang sulit diterima oleh kaum yang lalai. Atau, mereka melihatnya sebagai sesuatu yang masih lama sekali datangnya. Adakalanya mereka bahkan meragukannya. (Semoga Allah Swt. melindungi kita darinya.) Atau, berangan-angan akan diselamatkan darinya dengan berbagai harapan yang menipu, semata-mata karena terlalu "berani" kepada Allah. Sehingga, timbul khayalan kosong dengan mengira pasti akan memperoleh ampunan dan keselamatan meski tanpa berusaha untuk mem­perolehnya.

Disebabkan hal-hal seperti itu, banyak penyakit hati yang terus tersembunyi, bahkan makin kuat mencengkeram, sementara orang-orang yang lalai selalu teledor untuk mengobatinya se­hingga makin lama makin sulit diobati. Bahkan, adakalanya se­seorang dari mereka mengetahui bersemayamnya sesuatu penyakit di hatinya, tetapi ia tak peduli dan tak menghiraukannya.

Padahal, sekiranya ia mengetahui adanya suatu penyakit di tubuhnya ataupun seorang lain memberi tahunya tentang hal itu, pasti besar sekali perhatian yang ditujukan padanya. Ia akan menjadi sangat takut, lalu bersungguh-sungguh berdaya upaya untuk mengobatinya dengan mengerahkan apa Baja yang &pat dilakukannya. Sebab, seperti yang telah kami sebutkan, penyakit hati itu tak terjangkau secara indriawi dan tidak ada rasa sakit yang menyertainya segera. Juga, hukuman-hukuman yang diancamkan terhadap itu tak tampak, dan kalaupun ada, ia baru akan terwujud kelak setelah mati dan berada di akhirat. Sedang­kan, orang yang lalai menganggap maut dan segala yang datang sesudahnya sebagai sesuatu yang amat jauh. Padahal, sekiranya menggunakan akalnya dan keyakinannya, niscaya ia akan mengetahui bahwa maut adalah suatu perkara gaib yang paling cepat datangnya, seperti disabdakan oleh Rasulullah Saw. Dan, sebagaimana juga beliau pemah bersabda, "Surga itu lebih dekat kepada seorang di antara kalian daripada tali sandalnya." Demikian pula neraka.

Penyakit hati sungguh banyak ragamnya. Yang paling ber­bahaya dan paling mudarat ialah kebimbangan dalam agama. (Semoga Allah Swt. melindungi kita darinya.) Selain itu, lemahnya keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, serta kediaman di akhirat. Juga, sifat riya' (ingin dipuji oleh manusia) dalam per­buatan kebajikan. Angkuh terhadap hamba-hamba Allah, bakhil, iri hati, dengki, curang, cinta akan dunia dan sangat ingin mem­pertahankan nya, panjang angan-angan (yang menyebabkan selalu menunda tobat), lupa akan maut, lalai akan akhirat, mengabaikan persiapan untuknya, serta berbagai macam penyakit hati lainnya.

Mengingat bahwa hati manusia tertutup dari perasaan indriawi, sedangkan penyakit-penyakit hati tidak disertai rasa sakit yang dapat dijangkau dengan alat-alat lahiriah, wajiblah atas manusia berakal, yang prihatin akan agamanya serta keselamatan akhiratnya, untuk sungguh-sungguh berusaha menyelidikinya sehingga ia dapat segera menangani dan mengobatinya sebelum maut datang mendadak dan ia pun menuju Tuhannya, laluberhadapan dengan-Nya dengan hati yang tidak sehat 

yang karena itu ia akan merugi, binasa bersama dengan orang-orang yang binasa lainnya

HIKAM AL HADDAD 1 : DI ANTARA PENYAKIT HATI IALAH KEANGKUHAN DAN KELENGAHAN



Al-Fushul al-Ilmiyyah wa al-Ushul al-Hukmiyyah, 

Oleh  Al-Imam Abdullah Al-Hadad.r.a {Pengasas Tarekat Haddadiyah}

Orang-orang yang angkuh ataupun yang lengah (ghaflah) dipalingkan dari ayat-ayat kekuasaan dan kebesaran Allah, pemahaman rahasia-Nya, serta penyaksian cahaya-cahaya-Nya sebagaimana dalam firman-Nya:

Akan Kupalingkan dari ayat-ayat-Ku (tanda-tanda kekuasaanKu) orang yang menyombongkan diri tanpa alasan haqq (yang dibenarkan) di muka bumi, dan sekalipun mereka melihat semua ayat itu, mereka tiada juga percaya. Dan, sekalipun mereka melihat jalan kebenaran, mereka tiada juga menempuhnya. Tetapi, jika mereka melihat jalan kesesatan, akan mereka tempuh dengan menganggapnya sebagai jalan kebenaran. Sebabnya adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan lalai terhadapnya.” (QS Al-A’raf [7]: 146)

Demikianlah Allah Swt. melukiskan orang-orang yang angkuh dengan berbagai sifat tercela, antara lain kelalaian akan ayat-ayatNya yang membuat mereka dipalingkan dari kebenaran karena keangkuhan dan kelalaian mereka sendiri. Keangkuhan dan kelalaian termasuk di antara penyakit yang mengakibatkan ketidakmampuan memahami ayat-ayat Allah selama si penderita belum bangkit dari kelalaiannya dan sembuh dari penyakitnya. Bagaimana mungkin orang yang selalu takabur dapat memahami ayat-ayat Allah, sedangkan kecongkakannya melangit, tak bersedia merendah bagi kebenaran dan ahlinya, dan karena itu hatinya dikunci mati oleh Allah sebagaimana dalam firman-Nya:

“Demikianlah Allah mengunci mata hati setiap hati orang yang takabur lagi menyalahgunakan kekuasaan.” (QS Al-Mu'min [40]:35)

Demikian pula orang yang lalai. Sebab, kelalaiannya telah memalingkan hatinya dari pemahaman akan ayat-ayat Tuhannya dan menjadikan dirinya membelakangi kebenaran serta berpaling menjauhkan diri dari Allah Swt. Oleh sebab itu, Allah Swt. memerintahkan Nabi-Nya agar menjauhi orang yang berpaling seperti dalam firman-Nya:

“Karena itu, jauhilah orang yang berpaling dari peringatan Kami dan hanya menginginkan kehidupan duniawi.” (QS Al-Najm [53]: 29)

dan juga firman-Nya:

Janganlah turuti orang yang hatinya Kami biarkan lalai mengingat Kami. (QS Al-Kahfi [18]: 28)

Maka, waspadalah dan jauhkanlah dirimu sejauh-jauhnya dari sifat takabur. Sebab, ia adalah penyakit yang menimpa iblis sehingga mencegahnya dari menaati Allah ketika diperintahkan untuk bersujud kepada Adam a.s. Bahkan, ia berani membangkang dan bertakabur. Dan, dengan ketakaburan dan pembangkangannya itu, patutlah ia terhinakan, terkutuk, dan terusir dari rahmat Allah serta terjerumus dalam nestapa abadi. (Semoga Allah mengaruniai kita keselamatan dari segala bala’ dan penyakit.)

Waspadalah pula agar kita tidak berlalai-lalai, lupa akan Allah, sebutan nama-Nya, dan kehidupan akhirat. Sebab, kelalaian termasuk di antara penyebab terbesar kehancuran yang mendatangkan berbagai ragam kejahatan dan penderitaan di dunia dan akhirat.

Sungguh orang yang tiada mengharapkan pertemuan dengan Kami tetapi senang dan puas dengan kehidupan di dunia dan tiada memerhatikan ayat-ayat kami, merekalah yang tempat tinggalnya api neraka disebabkan apa yang mereka lakukan.” (QS Yunus [10]: 7-8)

Mereka mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia dan tentang akhirat mereka dada peduli.” (QS Al-Rum [30]: 7)

Perhatikan, betapa Allah Swt. meniadakan ilmu pengetahuan pada diri mereka. Padahal, sesudah itu Dia menyatakan bahwa mereka "memiliki ilmu tentang kehidupan duniawi". Kemudian, Dia menutup keterangan-Nya itu dengan melukiskan mereka sebagai orang-orang yang melalaikan akhirat.

Ketahuilah ini dan camkanlah baik-baik. Hanya Allah yang memberi taufik, tiada tuhan selain Dia.

Ahad, 15 Mei 2016

Tafsir Surah Fatihah Ayat 7 - Bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan sesat (Bah. 2)

غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ

Bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai;

Sifat-sifat empat golongan yang dimurkai atau sesat dijelaskan dengan lebih lanjut dalam surah-surah selepas al-Fatihah
Antara tafsir ayat ini, ada dalam ayat al-Maidah:8

Sahih International

You will surely find the most intense of the people in animosity toward the believers [to be] the Jews and those who associate others with Allah ; and you will find the nearest of them in affection to the believers those who say, “We are Christians.” That is because among them are priests and monks and because they are not arrogant.

Malay
Demi sesungguhnya engkau (wahai Muhammad) akan dapati manusia yang keras sekali permusuhannya kepada orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan demi sesungguhnya engkau akan dapati orang-orang yang dekat sekali kasih mesranya kepada orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Bahawa kami ini ialah orang-orang Nasrani” yang demikian itu, disebabkan ada di antara mereka pendita-pendita dan ahli-ahli ibadat, dan kerana mereka pula tidak berlaku sombong.

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ
Dan pasti kamu akan dapati orang yang paling keras di kalangan manusia itu

عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ
yang melawan orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi; mereka percaya Allah itu adalah Tuhan yang sebenarnya, Nabi Musa itu adalah seorang Rasul dan Taurat itu dari Allah tapi ulama mereka hanya belajar sikit-sikit, yang mereka banyak pakai adalah kitab yang ditulis oleh ulama-ulama mereka – yang dinamakan Talmud. Dan begitu juga, umat mereka percaya Allah Tuhan, Nabi Musa Rasul dan Taurat dari Allah tapi tak pakai semua sekali. Sebaliknya mereka hanya pakai ajaran tok guru mereka sahaja. Macam juga orang kita, percaya semua itu tapi tak amalkan. Cuma pakai masa nak kahwin, mati dan sebagainya. Itulah cara Yahudi yang dibuat juga oleh orang-orang kita.

Penerangan sifat orang Yahudi ini ada dalam Baqarah:40-141. Keseluruhan ayat-ayat itu adalah hendak menceritakan kepada kita sifat-sifat pendita Yahudi dan sifat-sifat orang Yahudi iaitu pengikut-pengikut mereka. Kalau kita ada sifat-sifat itu, maka kita termasuk dalam golongan mereka juga. Sebab memang ada ulama-ulama kita yang bersifat seperti pendita-pendita Yahudi itu. Mereka tahu Allah itu Tuhan, Nabi Muhammad adalah Rasul dan Quran dari Allah tapi mereka tak pakai ajaran dalam Quran dan Hadis Nabi. Mereka hanya menggunakan kitab-kitab tulisan manusia sahaja.

Bani Israil itu adalah anak cucu Nabi Ya’kub. Nama ‘Israil’ itu sendiri adalah gelaran kepada Nabi Ya’kub. Dia ada dua isteri. 10 anak dari satu isteri dan dua lagi dari isteri yang muda. Dari isteri muda itulah lahirnya Nabi Yusuf dan Bunyamin.

Yahudi itu tidak mahu belajar Taurat tapi mereka hanya terima ajaran dari pendita-pendita mereka dan kitab-kitab yang ditulis oleh ulama mereka yang kononnya adalah agama. Jadi kalau kita pun macam itu juga, hanya ikut kata-kata ustaz-ustaz tanpa belajar dengan Quran, maka kita pun macam mereka juga.

وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا
dan orang-orang yang buat syirik; orang Islam yang buat syirik juga dipanggil musyrikin. Yang jelas nampak syirik adalah mereka yang sembah patung dan berhala itu. Tapi walaupun orang Islam tidak sembah patung dan berhala dengan jelas, mereka juga ada mengamalkan amalan syirik. Maka, mereka juga musyrikin sebenarnya.

وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا
Dan pasti kamu akan dapati orang yang paling dekat persabahatan dengan orang-orang yang beriman
الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ
adalah orang-orang yang berkata “kami ini orang Kristian”; yang paling dekat dengan orang Islam adalah orang Kristian, bukan Yahudi dan musyrikin.

ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ
yang demikian itu adalah kerana sesungguhnya diantara mereka itu

قِسِّيسِينَ
ialah para pendita mereka; iaitu tok guru mereka – paderi. Ulama-ulama mereka.

وَرُهْبَانًا
dan rahib-rahib; yang bertapa di bukit. Kita pun banyak yang bertapa. Dalam Islam, tidak ada amalan bertapa sebenarnya. Nabi selepas bertemu Jibril dan dilantik jadi Rasul tak pergi bertapa di gua-gua. Nabi keluar dan hidup bersama masyarakat. Tapi golongan nak cari ilmu sakti atau keramat masih nak buat amalan bertapa, kerana mereka diajar oleh guru-guru yang sesat. Yang ada dalam Islam adalah iktikaf dalam masjid.

وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
dan susungguhnya mereka itu tidak sombong.

Jadi tafsir bagi orang-orang yang Allah murkai adalah Yahudi dan Musyrikin. Jadi kalau kita buat syirik, kita termasuk dalam golongan yang Allah murkai. Contoh yang paling mudah kita lihat orang buat sekarang adalah bersanding dalam perkahwinan. Hadir majis itu pun dah syirik dah. Kerana kita bersekongkol dengan orang buat syirik. Bersanding itu adalah amalan agama Hindu sebagai pemujaan kepada Dewa Sri Rama dan Sita Devi. Tapi kita pula ikut perbuatan mereka.

Ada juga yang mengatakan bahawa maksud ayat ini bukanlah Allah yang murka kepada mereka. Memang Allah murka kepada mereka, tapi dari segi bahasa, tidak ada perkataan ‘engkau’ dalam ayat ini. Ia sebenarnya adalah ‘orang-orang yang dimurkai’. Tapi tidak disebut siapakah yang murka itu. Jadi, bukan hanya Allah sahaja yang murka dengan mereka, tapi para malaikat, orang-orang beriman, dari golongan terdahulu dan kemudian, semuanya murka kepada mereka. Allah terlalu murka kepada mereka, sampai Allah tidak mahu mengaitkan namaNya dengan mereka. Allahu a’lam.

————————
وَلَا الضَّالِّينَ
Dan bukan jalan orang yang sesat; Contoh orang yang sesat yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah penganut Kristian atau Nasara. Mereka percaya Allah itu adalah Tuhan, Nabi Isa Rasul, Kitab Injil dari Tuhan. Tapi silap faham tentang Tuhan sampai mereka puja Nabi Isa. Kerana mereka percaya Nabi Isa adalah ‘anak Tuhan’. Kita percaya Allah Tuhan, Nabi Muhammad sebagai Rasul, Quran dari Allah, tapi silap faham tentang Allah, Nabi dan Quran sampaikan kita minta tolong kepada Nabi Muhammad.

Orang-orang Nasrani tidak memiliki ilmu agama. Kerana itu mereka ditimpakan dengan kesesatan. Tatkala mereka hendak menuju kepada sesuatu, mereka tidak memperoleh petunjuk kepada jalannya. Hal itu adalah kerana mereka tidak menempuhnya melalui jalan yang sebenarnya, iaitu jalan kebenaran.

Contoh kedua orang yang sesat adalah golongan Munafik. Mereka ini dulu sembahyang belakang Nabi tapi masih tidak mahu terima Islam. Mereka itu terdiri dari golongan Ansar. Tidak ada yang munafik dari golongan Muhajirin. Dan tidak ada golongan munafik semasa di Mekah. Kerana mereka yang masuk Islam di Mekah itu adalah benar-benar ikhlas. Tapi apabila Islam berkembang di Madinah, ada golongan Ansar yang masuk Islam kerana terpaksa sebab satu kampung atau satu puak dah masuk Islam.  Mereka hendak jaga kepentingan. Kepentingan peribadi atau kepentingan bermasyarakat. Tapi dalam hati mereka tidak ikhlas. Contoh mereka yang sebegini adalah ahli politik yang banyak tolong orang semasa menjadi pemimpin. Tapi lepas jadi pemimpin, sudah tidak ada pangkat, mereka tidak tolong orang dah. Rupanya mereka tolong orang semasa jadi pemimpin itu adalah sebab kepentingan – mereka hendak meraih undi dan supaya mereka dikatakan sebagai pemurah. Mereka yang seperti itu ada sifat munafik. Mereka buat kebaikan itu bukan kerana Allah.

Penerangan tentang orang Kristian ini ada dalam Ali Imran dan Maryam.
Penerangan tentang orang Munafik ada dalam surah an-Nisa dan Baqarah:8-20.
Walaubagaimanapun, keempat-empat surah itu mengandungi empat perkara penting dalam Quran: Tauhid – Risalah – Infaq (sedekah) – Jihad. Selain itu tentang hukum hakam dan kisah-kisah.

Secara ringkasnya, apabila wahyu Allah iaitu Quran dibaca kepada manusia, manusia akan terbahagi kepada lima puak:
  1. Yang beriman
  2. Yahudi
  3. Musyrikin
  4. Kristian/Nasara
  5. Munafik.
  6.  
Selain dari mereka yang beriman, empat golongan yang lain itu akan masuk neraka tak keluar-keluar. Kalau manusia yang kafir pun terbahagi kepada empat golongan itu juga.


‘Orang-orang yang sesat’, kurang sedikit salah mereka. Walaupun mereka masih salah, tapi kurang kalau dibandingkan dengan orang-orang yang dimurkai. Untuk membayangkannya, kita ambil contoh dua orang anak yang telah diberi arahan oleh ayahnya untuk tidak memakan makanan yang disediakan. Kerana ayahnya hendak keluar sebentar. Ada anak yang besar, dan ada adiknya yang lebih muda. Tapi apabila ayahnya pulang, didapati makanan itu telah habis dimakan. Tentulah kemarahan ayahnya tidak sama kepada dua anak itu. Ayahnya lebih marah kepada anaknya yang besar daripada anak yang kecil. Kerana anak yang kecil itu hanya mengikut sahaja. Tapi anak yang besar itu sepatutnya lebih mengetahui. Begitulah kita tahu bahawa Yahudi itu tahu kebenaran tapi mereka sombong untuk mengikutinya. Tapi orang Nasrani itu dalam kebingungan dan tidak tahu apa-apa. Itu bukanlah alasan untuk melarikan diri dari kesalahan, tapi kalau dibandingkan dengan kesalahan orang yang sepatutnya tahu kebenaran, ianya adalah kurang sedikit salahnya. Allahu a’lam.

Tafsir Surah Fatihah Ayat 7 – Jalan orang-orang yang diberi nikmat (Bah. 1)

Ayat 7:

Sahih International
The path of those upon whom You have bestowed favor, not of those who have evoked [Your] anger or of those who are astray.

Malay
Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah kurniakan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) orang-orang yang Engkau telah murkai, dan bukan pula (jalan) orang-orang yang sesat.

صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Iaitu jalan orang-orang yang Engkau telah beri nikmat kepada mereka;
Sekarang kita masuk kepada ayat yang baru. Lihatlah lafaz ayat ini macam kita sedang bercakap dengan Allah, kerana digunakan kataganti nama kedua – Engkau. Nanti kita akan lihat bagaimana apabila disebut tentang mereka ‘yang dimurkai’ dalam ayat seterusnya, ianya adalah dalam bentuk ayat pasif dan apabila menyebut tentang mereka ‘yang sesat’, ianya adalah dalam bentuk ayat aktif. Semua itu memberi pemahaman yang berbeza.
Ayat ini menjelaskan lagi apakah ‘jalan lurus’ seperti yang telah disebut dalam ayat sebelum ini, supaya jelas dan tidak ada yang salah guna dan mendakwa jalan merekalah yang lurus. Memang ramai dalam dunia Islam yang kata merekalah jalan yang lurus. Jadi bagaimana kita nak tahu siapakah yang berada atas jalan yang lurus itu? Allah mengajar dalam ayat ini untuk membandingkan dengan cara orang-orang dulu. Kerana mereka yang telah lalui jalan itu dan mereka telah mendapat pujian dari Allah.
Kalau kita lihat, ayat ini tidak memberitahu yang jalan yang lurus itu adalah Jalan Quran dan Sunnah. Kenapa tidak begitu? Bukankah kalau kita berpegang kepada Quran dan Sunnah, kita akan selamat? Sebab kalau kata hanya Qur’an dan sunnah, mungkin ada yang salah faham. Mungkin ada yang buat jalan sendiri dan kata mereka ikut Quran dan Sunnah Nabi. Berapa banyak yang sudah mendakwa begitu dengan memetik ayat-ayat Quran dan hadis-hadis tapi mereka sebenarnya jauh dari jalan yang lurus? Mereka itu tidak berada atas jalan yang lurus kerana mereka faham Quran dan Sunnah dengan cara mereka sendiri. Padahal kita sepatutnya mengikut jalan yang telah dilalui oleh golongan Salafussoleh – mereka yang berada dalam tiga kurus yang pertama selepas kebangkitan Islam. Mereka yang belajar sendiri dengan Nabi Muhammad, dan mereka rapat dengan mereka. Sahabat belajar dengan Nabi, Tabein belajar dengan para sahabat dan Tabi’ Tabein belajar dengan Tabein. Maka, mereka lebih faham agama dari kita. Maka kita kenalah periksa samada amalan kita sama dengan cara yang mereka amalkan. Kerana ada yang buat cara sendiri tapi mendakwa mereka ikut Qur’an. Tapi mereka buang sunnah dan faham Qur’an dengan cara mereka sendiri. Ini adalah salah sama sekali dan ramai yang telah tertipu dengan mereka. Lihatlah bagaimana ada puak yang hanya berpegang dengan Quran tanpa berpegang dengan Hadis – golongan Anti-Hadis; lihatlah bagaimana Syiah kata mereka juga berpegang dengan Quran dan Hadis, tapi mereka tafsir ayat Quran ikut pemahaman mereka yang sesat dan mereka pilih dan reka hadis supaya kena dengan kehendak mereka.

Ingatlah bahawa yang kita hendak, bukan nak buat jalan yang baru. Jalan itu telah lama ada dan telah dilalui oleh mereka-mereka yang sebelum kita. Maka apabila kita baca ayat ini dalam doa kita, kita sebenarnya minta Allah tunjuk apakah jalan itu. Kerana kita hendak capai jalan yang lurus itu dengan cara yang benar. Kita nak ikut cara mereka yang diberi ‘nikmat’. Bukan jalan yang salah dan sesat.

Apabila kita selalu membaca ayat ini, sepatutnya kita kena tertanya-tanya, siapakah ‘mereka’ yang dimaksudkan? Allah dah beritahu yang kita ada contoh untuk kita ikut, takkan kita taknak tahu siapakah mereka? Kalau kita tidak teringin nak ikut cara mereka, maknanya kita tidak jujur dengan diri kita sendiri. Dan kalau nak ikut mereka, kenalah kita tahu siapa mereka, bukan? Macam dalam dunia sekarang, sebagai contoh, kalau ada artis yang disukai, tentu manusia akan cari macam-macam maklumat tentang artis pujaan mereka itu. nota: ini bukan suruh cari maklumat tentang artis, kerana itu adalah kerja bodoh dan buang masa sahaja. Cuma dijadikan sebagai contoh supaya lebih faham.

Kita nak tahu apakah sifat-sifat mereka yang Allah maksudkan dan apakah yang menyebabkan mereka berada di atas jalan yang lurus. Kerana apabila kita sudah tahu sifat-sifat mereka, kita bolehlah cuba ikut sifat-sifat itu, bukan?

Untuk mengetahui siapakah mereka dan sifat-sifat mereka, cara pertama adalah kita tengok dalam Qur’an apakah yang Allah telah beritahu kita tentang mereka. Ini adalah tafsir Qur’an dengan Qur’an. Satu ayat dijelaskan dalam ayat-ayat lain. Inilah tafsir yang paling utama. Ulama tafsir akan mencari penjelasan ayat-ayat Qur’an pada ayat-ayat Qur’an yang lain dahulu. Kalau tidak jumpa, baru dicari maksudnya dengan bersandarkan kepada Hadis yang sahih. Kerana kita kena terima mana-mana ayat Qur’an dengan pemahaman dalam ayat lain. Kalau kita jumpa ayat yang nampak berlawanan dengan ayat-ayat lain, maka ketahuilah yang pemahaman kita salah kerana Qur’an tidak akan berlawanan antara satu sama lain.

Oleh itu, adakah ayat dalam surah Fatihah ini ditafsirkan dalam ayat lain? Sudah tentu ada. Ayat ini ditafsirkan dalam Ayat Nisa(4):69

Malay

Dan sesiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya, maka mereka akan (ditempatkan di syurga) bersama-sama orang-orang yang telah dikurniakan nikmat oleh Allah kepada mereka, iaitu Nabi-nabi, dan orang-orang Siddiqiin, dan orang-orang yang Syahid, serta orang-orang yang soleh. Dan amatlah eloknya mereka itu menjadi teman rakan (kepada orang-orang yang taat).

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ
Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul;
Dalam ayat ini, Allah memberitahu yang jalan yang lurus itu adalah ‘Taat kepada Allah’ dan ‘Taat kepada Rasul’. Inilah kunci pemahaman kepada jalan yang lurus. Taat kepada Allah adalah taat kepada Quran dan taat kepada Rasul merujuk kepada Sunnah Nabi. Untuk mencapainya, hendaklah belajar tafsir Quran untuk taat kepada Allah dan belajar syarah Hadis untuk taat kepada Rasul. Kerana kalau kita tidak belajar, bagaimana kita nak tahu apa yang kita perlu taati, bukan? Tapi ramai yang mengaku taat kepada Allah dan Rasul tapi tak belajar pun apa benda yang mereka kena taat.
فَأُولَٰئِكَ
maka orang-orang yang bersifat seperti itu,
Iaitu mereka yang ikut jalan Quran dan Sunnah,

مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
akan bersama orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah kepada mereka;
Lihatlah bagaimana perkataan yang sama digunakan dalam surah Fatihah – أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ. Jadi tahulah kita yang ayat ini mentafsir ayat ke 7 dari surah Fatihah itu.
Siapakah yang telah diberi nikmat itu?
Selepas membeitahu definisi ‘Jalan yang Lurus’, Allah menyenaraikan siapakah orang yang telah diberi nikmat. Ada empat golongan yang disebut: Para Nabi, Siddiqin, Syuhada’ dan Solehin.

مِنَ النَّبِيِّينَ
Terdiri dari Nabi-Nabi
Kita kena kenal mereka dan kena tahu apakah sifat mereka. Banyaklah yang telah disebut dalam Quran dan hadis-hadis tentang mereka.

Kita tidak boleh menjadi Nabi tapi kita masih boleh mencontohi sifat-sifat mereka. Secara ringkasnya, para Nabi itu berdakwah menggunakan ayat-ayat Allah mengajak kepada Allah. Mereka sanggup berkorban dalam menjalankan usaha mereka dan tidak putus asa dalam menyampaikan dakwah. Kita pun kena jadi mcam mereka juga kerana yang kita nak ikut adalah cara Nabi. Sebagai contoh, kita kan ikut cara Nabi Ibrahim. Seperti yang Allah sebut dalam An’am: 161

Katakanlah (wahai Muhammad): “Sesungguhnya aku telah diberikan petunjuk hidayah oleh Tuhanku ke jalan yang betul lurus, (kepada) ugama yang tetap teguh, iaitu ugama Nabi Ibrahim yang ikhlas, dan tiadalah ia dari orang-orang musyrik”.

Bukan Nabi Ibrahim sahaja, tetapi kita kena ikut cara nabi-nabi yang lain, terutama sekali cara Nabi Muhammad kerana kita ikut syariat baginda. Nabi Muhammad pernah bersabda yang kalau Nabi Musa masih hidup lagi, Nabi Musa pun kena ikut syariat baginda. Kita tidak boleh ikut syariat Nabi lain tetapi akidah mereka kita kena ikut, begitu juga dengan akhlak mereka dan banyak lagi yang kita boleh contohi dari mereka.
وَالصِّدِّيقِينَ

dan orang-orang yang siddiq;

Siapakah mereka? Iaitu mereka yang membenarkan kebenaran apabila mereka mendengarnya. Iaitu orang-orang dahulu yang telah membenarkan Nabi-nabi. Mereka itu percaya sungguh dengan Allah dan Nabi. Mereka tidak berganjak dari pegangan mereka walaupun diuji. Sebagai contoh, lihatlah Abu Bakr. Ada musyrikin yang datang kepada beliau dan mengejek yang Muhammad kata baginda sudah mi’raj ke langit, dan tanpa ragu, beliau terima kalau Nabi kata begitu. Mereka datang nak lemahkan pegangan Abu Bakr, nak dia rasa sangsi kepada Nabi, tapi tidak.

Mereka juga sanggup berkorban apa sahaja atas nama Allah. Kerana kalau pendirian kita tetap, kita akan sanggup korbankan segalanya termasuk nyawa sendiri. Kerana dia percaya akhirat itu benar. Apa-apa sahaja yang dia korbankan, dia yakin yang dia akan dapat balik dengan lebih banyak di akhirat nanti. Lihatlah bagaimana Abu Bakr menyerahkan segala hartanya atas jalan Allah. Apabila ditanya apa yang tinggal untuk dirinya, dia jawap: Allah dan Rasul!

Zaman sekarang, orang siddiq itu adalah, apabila telah diberitahu bahawa apa yang mereka amalkan itu salah contohnya, mereka terima dan mereka membenarkan kerana yang memberitahu itu telah membawakan dalil-dalil dari Quran dan Sunnah. Padahal, berkemungkinan mereka pun buat juga. Tapi apabila kebenaran telah datang, mereka membenarkan dan menerimanya. Bermakna mereka menerima dalil dari Quran dan Hadis. Tidak menolak lagi walaupun dahulunya mereka telah buat juga amalan yang salah itu. Dia percaya bahawa kalau ianya datang dari Quran dan hadis Nabi, tentulah ianya adalah kebenaran. Contohnya Abu Bakr as Siddiq, apabila orang memberitahu bahawa Nabi Muhammad telah naik ke langit, dia telah membenarkan kerana Nabi yang berkata dia telah naik ke langit.
وَالشُّهَدَاءِ
dan orang-orang yang bersaksi;

Iaitu orang-orang yang mati Syahid. Dia telah berjihad fi sabilillah supaya orang kafir berhenti dari sembah berhala. Bermakna, dia juga telah menyebarkan agama. Samada dengan cara jihad perang atau jihad menggunakan mulut. Dia juga akan termasuk dalam golongan orang yang bangkit di hadapan Allah nanti dan bersaksi siapakah yang menerima dakwahnya semasa di dunia dulu dan siapakah yang menolak. Dan Nabi Muhammad sendiri akan bersaksi bahawa dia telah menyebarkan agama Allah. Tidakkah kita mahu Nabi Muhammad menjadi saksi kita? Maka berpegang teguhlah dengan ajaran Islam yang benar dan sebarkan ajaran itu.

Mereka itu beruntung kerana Allah pilih mereka. Ramai yang mahu mati syahid, tapi tidak semua dapat. Mereka juga sanggup berkorban, sampaikan mereka sanggup berkorban nyawa mereka sekali pun.
وَالصَّالِحِينَ
dan orang-orang yang soleh;

iaitu orang-orang yang taat setia kepada Allah dengan melakukan suruhan dan meninggalkan laranganNya. Inilah dia orang-orang Mukmin. Untuk kenal siapakah orang mukmin, contoh terbaik adalah para sahabat Nabi. Kerana Nabi dah kata mereka adalah ahli syurga.

وَحَسُنَ أُولَٰئِكَ رَفِيقًا
Mereka itu adalah sebaik-baik teman-teman yang patut kamu buat sebagai kawan

Di hujung ayat ini, Allah memberitahu bahawa merekalah yang sepatutnya kita jadikan sebagai ikutan kita, bukannya artis, ahli sukan atau pemimpin politik di dunia. Ini penting kerana manusia memang akan ada ikutan atau idola mereka. Ingatlah bahawa Nabi pernah bersabda bahawa kita akan dibangkitkan dengan orang yang kita cintai. Adakah kita hendak dibangkitkan bersama dengan golongan dalam surah an-Nisa ini atau bersama dengan artis, ahli sukan dan pemimpin politik?

Kalau dah tahu apakah sifat mereka, sanggupkah kita ikut? Kalau tidak mampu, sekurangnya kena ada nia untuk mengikut cara mereka. Kerana kita mungkin tidak berkorban macam mereka, tapi dalam hati kita, kena ada niat untuk cuba dan kita lakukan sedikit sebanyak. Allah telah beri rahmat kepada kita, kita mungkin tidak perlu melalui apa yang para Nabi Nabi itu lalui. Sebagai contoh, kita tidak perlu sampai sembelih anak kita sendiri seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Kita juga tidak dalam suasana perang sekarang, jadi tidak perlu berperang dan mungkin pada sesetengah orang, tidak ada peluang untuk berperang. Kerana untuk berperang dan berjihad, kena ada syarat-syaratnya. Bukan boleh terus sahaja bunuh orang kafir. Ramai yang mempunyai fahaman salah tentang Jihad, sampaikan mereka pergi ke tempat-tempat awam orang kafir dan bom mereka. Padahal yang sepatutnya dilakukan adalah dakwah kepada mereka, bukan bom terus. Adakah patut, mereka belum tahu tentang Islam lagi, tapi kita terus bom mereka?!

Dalam ayat ini, kita disuruh untuk menyebut contoh orang-orang yang Allah telah kurniakan nikmat kepada mereka. Dalam kehidupan ini, kita selalu mengambil orang-orang yang sebelum kita sebagai contoh teladan untuk diikuti. Dan bahasa yang digunakan dalam ayat ini adalah ‘past tense’. Iaitu orang-orang yang dah lepas. Kerana orang-orang yang sudah lepaslah yang boleh diikuti. Kalau orang-orang yang ada sekarang, belum tentu mereka akan selamat lagi. Kita tak tahu apa nasib mereka di hujung hayat mereka.

Jadi, orang-orang yang diberi nikmat itu telah diberitahu oleh Allah dalam surah an-Nisa. Itu adalah tafsir pertama. Tafsir kedua, ia adalah bermaksud ‘orang mukmin’. Iaitu merujuk kepada Nabi Muhammad dan yang bersama baginda. Dan orang mukmin itu bukan hanya pada zaman itu sahaja, ianya akan ada pada setiap zaman. Maka, kita kena cari siapakah mereka dan kita kena bersama dengan mereka mengamalkan Islam ini.

Seperti yang kita sudah beritahu, jalan yang lurus itu sudah dilalui oleh golongan-golongan sebelum kita. Sudah ramai orang yang lalui jalan itu, maknanya, kita ada golongan yang boleh kita ikut mereka. Apabila dikatakan kita kena ikut mereka, maknanya, bukan kita faham agama ini ikut faham kita sendiri sahaja. Sebab itu apabila kita memperkatakan tentang ‘jalan yang lurus’, kita tidak hanya ianya jalan Qur’an dan sunnah sahaja. Kena ditambah, jalan Quran dan Sunnah seperti yang difahami oleh golongan sebelum kita – golongan salafussoleh. Kerana mereka telah melaluinya dan Allah telah kata mereka yang telah mendapat nikmat.

Sebagai contoh, untuk faham apa yang hendak disampaikan dalam Qur’an, kita kena belajar. Tak boleh baca dan faham sendiri.

Tiga golongan (siddiqin, syuhada’ dan solehin) yang disebut dalam surah an-Nas sebelum ini akan sentiasa ada sampai kiamat. Hanya Nabi sahaja yang tidak akan sesiapa yang boleh jadi lagi. Apabila ada yang telah mati, Allah akan ganti dengan orang lain. Kecuali para Nabi sahaja, kerana Nabi terakhir adalah Nabi Muhammad. Tetapi para siddiqin, syuhada’ dan solehin akan sentiasa sahaja ada di setiap zaman. Maka kita kena cari mereka dan bergaul dengan mereka, belajar dengan mereka. Tiga golongan itu pasti ada kerana Allah takkan bagi Qur’an dan tidak beri guru untuk mengajarnya. Kerana Allah mahu kita faham Qur’an. Kalau dulu, Nabi yang ajar para sahabat. Kemudian para sahabat ajar para tabein. Dan tabein ajar golongan tabi’ tabein dan seterusnya zaman berzaman. Sekarang, kita lihat belajar apa kata ulama. Dan kena lihat bagaimana diamalkan oleh golongan-golongan itu. Memang mereka itu tidaklah jelas kelihatan kerana mereka bukannya para selebriti, jadi kena buka mata dan cari mereka.

Jadi, kena belajar dengan mereka. Kerana kita takkan faham sendiri. Cuma kena pandai cari guru. Kena pandai nilai manakah guru yang ajar dengan benar. Kita kena kritis dalam perkara ini. Jangan pakai terima sahaja. Kerana banyak ajaran sesat sekarang. Mereka juga mengaku mereka bawa ajaran Qur’an dan Sunnah. Tapi entah berapa banyak yang mengaku, tapi dalam masa yang sama, mereka merosakkan agama dan manusia. Sekarang ini banyak yang mengaku dan mendakwa yang mereka berada di atas jalan yang lurus. Bagaimana kita nak tahu mana satu? Ayat ini beri jawapan, iaitu kena ikut golongan yang telah disebut.

Dalam hadis, Nabi ada sebut untuk ikut sunnah baginda dan sunnah Khalifah Rasyidin al Mahdiyyin. Berikut adalah potongan dari hadis itu:

“…berpeganglah kamu dengan sekalian dengan sunnahku dan sunnah Khalifah al-Rasyidin yang berada di atas petunjuk…” Sahih: Dikeluarkan oleh Abu Daud dan dinilai sahih oleh al-Albani

الرَّاشِدِينَ adalah mereka yang tahu apakah kebenaran itu dan ikut amalkan kebenaran itu. Ini penting kerana ada yang tahu apakah kebenaran tapi mereka tak ikut. الْمَهْدِيِّينَ pula bermaksud mereka yang terpimpin, lawan kepada ضلل (sesat). Dua-dua sifat ini adalah lawan kepada dua sifat yang juga disebut dalam surah Fatihah – yang dimurkai dan sesat. غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ. Lafaz الرَّاشِدِينَ lawan kepada الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ dan الْمَهْدِيِّينَ lawan kepada الضَّالِّينَ. Kita akan belajar tentang dua golongan ini nanti dalam ayat yang seterusnya.

Siapakah mereka? Ramai yang kata mereka yang dimaksudkan adalah empat orang Khalifah selepas Nabi Muhammad sahaja – Saidina Abu Bakr, Umar, Uthman dan Ali. Ini mungkin tidak berapa tepat. Makna yang lebih luas adalah, mereka itu adalah umat yang selepas Nabi dan mengikut jalan Nabi. Ini memberi makna yang lebih luas. Sahabat menjadi contoh kita, jadi kena lihat bagaimana mereka amalkan agama. Kena ada usaha untuk cari maklumat. Yang penting, kita kena ada niat untuk mengikut mereka. Kalau kita sudah ada niat yang murni, tentu kita akan berusaha untuk mencari maklumat bagaimana mereka mengamalkan agama. Kalau kita sudah melakukan yang terbaik, sudah berusaha setakat yang kita mampu, kalau kita tersilap, mungkin Allah ampunkan kerana kita bukannya tidak ada usaha, cuma tersilap sahaja.

Kembali kepada perbincangan ayat surah Fatihah. Dalam ayat dari surah Fatihah ini, kita juga boleh lihat penggunaan bahasa yang indah. Ayatnya adalah: Iaitu jalan orang-orang yang ‘Engkau’ telah beri nikmat kepada mereka. Ini menekankan bahawa hidayah itu datangnya dari Allah sahaja.

Dalam ayat ini, kita diingatkan bahawa Allah lah yang beri nikmat itu kepada mereka. Kita diingatkan yang segala nikmat, datang dari Allah.

Apabila kita tahu yang nikmat itu dari Allah, maka apabila kita baca ayat ini, kita berdoa kepada Allah supaya sebagaimana Allah telah beri nikmat itu kepada mereka, maka berilah juga kepada kita, nikmat yang sama. Inilah harapan kita semasa membaca ayat ini dalam solat dan bila-bila masa sahaja. Kerana Allah dah beri kepada orang sebelum, maka kita nak sama juga. Bukan kita minta lebih pun, tapi yang Allah dah pernah beri pun. Kena ingat yang Allah sendiri ajar kita baca doa ini. Maka kita kenalah gunakan cara doa yang Allah sudah ajar ini. Tidak sama kalau kita menyebut doa ini dalam kita faham apa kita cakap dengan tidak faham. Apabila kita faham, ianya lebih menusuk ke dalam kalbu.


Kalau kita memang telah berada atas jalan yang benar, maka kita diingatkan bahawa Allahlah yang meletakkan kita di jalan itu. Tentunya, sedikit sebanyak kita sudah mula berada di atas jalan yang lurus kerana kita sudah Muslim, bukan? Dan oleh kerana itu, kita kena bersyukur kepada Allah kerana telah meletakkan kita di atas jalan yang lurus ini. Maka apabila kita bangkit pada rakaat kedua dan baca semua surah Fatihah, maka perkataan ‘alhamdulillah’ itu lebih bermakna buat kita.
Kalau Allah suruh kita ikut jalan itu, tentu itu jalan mereka yang selamat dan sukses. Jadi kita nak jalan macam tu. Kita mahu selamat dan kerana itu kita hendak sesangat Allah letakkan kita di atas jalan itu.

Jadi, jangan pilih jalan yang lain. Jangan ikut mereka yang tidak ikut jalan yang lurus ini. Kita mahu berada atas jalan yang telah dilalui oleh salafussoleh, walaupun sedikit yang ikut. Dari nas yang ada, kita pun tahu bahawa tak ramai yang akan ikut jalan itu. Maka jangan takut dan lemah semangat kalau kita tengok tidak ramai yang mengikuti jalan itu. Memang itu janji Allah. Jangan takut jadi asing. Kena cari lagi mereka mahu berada di yang di jalan yang sama.

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“Allah berfirman: “Wahai Adam!” maka ia menjawab: “Labbaik wa sa’daik” kemudian Allah berfirman: “Keluarkanlah dari keturunanmu delegasi neraka!” maka Adam bertanya: “Ya Rabb, apakah itu delegasi neraka?” Allah berfirman: “Dari setiap 1000 orang, 999 di neraka dan hanya 1 orang yang masuk syurga.” Maka ketika itu para sahabat yang mendengar bergemuruh membicarakan hal tersebut. Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah siapakah di antara kami yang menjadi satu orang tersebut?” Maka beliau bersabda: “Bergembiralah, karena kalian berada di dalam dua umat, tidaklah umat tersebut berbaur dengan umat yang lain melainkan akan memperbanyaknya, yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Pada lafaz yang lain: “Dan tidaklah posisi kalian di antara manusia melainkan seperti rambut putih di kulit sapi yang hitam, atau seperti rambut hitam di kulit sapi yang putih.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Apakah ‘nikmat’ itu?

Perkataan an’ama datang dari perkataan nu’uma yang bermaksud ‘dalam keadaan ketenangan’. Ada persamaan dengan perkataan yang diberikan untuk binatang ternak seperti kambing dan lembu. Mereka dipanggil an’am dalam bahasa Arab. Kita boleh lihat binatang-binatang itu keadaan mereka adalah tenang sahaja, tidak seperti binatang-binatang buas yang lain. Ini adalah isyarat bahawa orang-orang yang telah melepasi ujian dalam dunia ini, mereka telah mencapai ketenangan yang Allah berikan kepada mereka.

Apakah makna ‘nikmat’ itu. Kalau dikatakan ‘nikmat’, tentulah banyak nikmat yang boleh disebut. Antaranya nikmat kekayaan, nikmat kesihatan, kesenangan, pangkat dan sebagainya. Itu semua nikmat juga. Tapi yang dimaksudkan dalam ayat dari surah Fatihah ini adalah Nikmat yang sebenar. Nikmat yang sebenar bukanlah kehidupan yang senang, kerana bukan itu yang diberi kepada empat golongan yang disambut sebelum ini. Kita pun tahu, bahawa kebanyakan Nabi hidup dalam kemiskinan. Lihatlah kisah Umar melawat Nabi dan nampak baginda tidur atas tukar. Nabi tidakkah kamu suka, yang mereka itu dapat dunia tapi kita dapat akhirat?

Pada suatu hari Umar bin Khatab R.A. memasuki rumah Rasulullah S.A.W. dan melihat Rasulullah S.A.W. tidur di lantai, tidak ada alas antara Rasulullah dengan lantai. Bayangkanlah Rasulullah S.A.W., makhluk Allah yang paling mulia tidur di lantai.

Ketika Umar bin Khatab R.A. melihat ini, dia mulai menangis. Rasulullah S.A.W. melihatnya dan bersabda “Wahai Umar, kenapa kau menangis?”

Umar berkata “Wahai Rasulullah, aku melihat keadaanmu, kemudian aku ingat bahwa Kaisar Romawi dan Persia tidur di atas bantal sutra yang nyaman. Sedangkan engkau adalah seorang Rasul dan utusan Allah! Manusia terbaik di muka bumi, namun engkau tidur di lantai dan tidak ada alas antara tubuhmu dengan lantai.”
Rasulullah S.A.W. bersabda kepada Umar bin Khatab. “Wahai Umar, tidakkah kau menerima bahwa kaisar yang baru saja kau sebutkan, tidakkah kau menerima bahwa Allah memberikan mereka dunia, sedangkan Allah memberikan kita surga? Surga yang dibuat-Nya sendiri dan disiapkan untuk orang-orang mukmin!”

Jadi, kita bukan nak kejar nikmat kesenangan hidup di dunia. Kerana itu bukan nikmat yang sebenar. Nikmat sebenar adalah iman dan agama. Allah telah berfirman:

Berkata Allah ta’ala:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu.” (Al-Maaidah: 3)

Lihatlah bagaimana lafaz نِعْمَتِي (nikmatKu) itu dinisbahkan kepada agama. Maknanya, nikmat yang kita hendak adalah dalam hal agama. Kerana kalau agama kita sempurna dan baik, kita akan mendapat nikmat yang lebih besar lagi. Kalau akhirat kita anggap lebih penting dari kehidupan di dunia, maka apa yang terjadi kepada kita dalam dunia, kita akan redha. Kerana kita tahu yang nikmat yang sempurna bukannya di dunia, tapi di syurga nanti. Kita juga tahu bahawa dunia ini penuh dengan ujian dan kesusahan yang kita hadapi adalah salah satu dari ujian yang Allah berikan kepada kita, supaya Dia boleh balas dengan kebaikan di akhirat kelak kerana kita telah melepasi ujianNya. Oleh itu, kita kena tahu tujuan hidup kita di dunia ini. Bukannya bersenang lenang mencari kesenangan dalam kehidupan.

Memang kita mengharap nikmat yang di akhirat nanti. Tapi bukanlah nikmat itu hanya dapat di akhirat sahaja. Di dunia pun dah boleh dapat. Seperti yang Allah telah firmankan dalam Nahl:97.

Sesiapa yang beramal soleh, dari lelaki atau perempuan, sedang ia beriman, maka sesungguhnya Kami akan menghidupkan dia dengan kehidupan yang baik; dan sesungguhnya kami akan membalas mereka, dengan memberikan pahala yang lebih dari apa yang mereka telah kerjakan.

Kehidupan baik حَيَاةً طَيِّبَةً yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah kehidupan di dunia. Tapi bukanlah ia bermaksud harta banyak dan sebagainya, tapi Allah beri ketenangan, kepuasan, kesukaan dengan apa yang mereka ada. Kalau kita puas walau dengan harta yang sedikit, itu sudah kekayaan yang banyak. Sebab manusia selalunya tidak puas. Kalau ada orang yang ada sejuta Ringgit, mereka mahu dua juta. Yang ada satu billion, nak dua billion pula. Kerana mereka takkan puas dengan apa yang ada. Maknanya, mereka tidak mendapat nikmat yang dimaksudkan dalam ayat surah Fatihah ini.

Lihatlah juga kata ulama yang besar, Ibn Taimiyyah. Ibn Taimiyyah kata ada syurga di dunia dan tidak akan memasuki syurga akhirat jikalau tidak masuk syurga dunia dahulu.

“Di dunia itu terdapat syurga. Barangsiapa yang tidak memasukinya, maka dia tidak akan memperoleh syurga akhirat.”
(Al-Wabilus Shayyib minal kalimit Thayyib, hal. 81)

Ibnul Qayyim (anak murid utama Ibn Taimiyyah) menjelaskan bahawa syurga dunia adalah
  • mencintai Allah,
  • mengenal Allah,
  • senantiasa mengingat-Nya,
  • merasa tenang dan thuma’ninah ketika bermunajat pada-Nya,
  • menjadikan kecintaan hakiki hanya untuk-Nya,
  • memiliki rasa takut dan rasa harap kepada-Nya,
  • senantiasa bertawakkal pada-Nya dan
  • menyerahkan segala urusan hanya pada-Nya.
(Shahih Al Wabilush Shoyyib, Dar Ibnul Jauziy)

Ibn Qayyim belajar dan mendampingi Ibn Taimiyyah selama 16 tahun. Beliau wafatnya di dalam penjara Qal`ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-`Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah. Beliau berada di penjara itu selama dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur`an. Walaupun telah dipenjara sebegitu rupa, tapi ianya tidak memberi kesan kepada Ibn Taimiyyah. Kerana hatinya telah mendapat nikmat dari Allah. Ibn Qayyim berkata bahawa kalau mereka mengalami susah hati, mereka akan pergi melawat ibn Taimiyyah dan mereka akan merasa tenang melihat keadaan beliau. Lihatlah, kalau kita hendak kata nikmat itu adalah nikmat kesenangan dunia, tentulah Ibn Taimiyyah itu hidup senang lenang, tapi tidak. Malah dia telah diberi ujian yang amat berat sekali.
Oleh itu, nikmat yang kita mahu dalam doa kita dalam surah Fatihah ini adalah nikmat yang tertinggi. Ianya bukan dari harta dan kuasa. Kerana kalau ianya harta dan kuasa, tentu manusia yang jahat pun ramai yang dapat. Seperti Firaun, dia ada harta yang banyak dan kuasa yang besar, tapi tentunya dia tak dapat nikmat yang dimaksudkan dalam ayat ini. .

Oleh kerana kita sudah tahu nikmat ini adalah satu nikmat yang amat tinggi, maka kita kenalah cuba untuk dapatkan. Jangan rasa yang kita tidak layak kerana nikmat ini boleh didapati oleh setiap manusia asalkan mereka mahu berusaha. Dan yang penting, kena doa kepada Allah diberikan nikmat ini kepada kita.

Ulama ada juga berbincang, adakah orang kafir dapat nikmat? Kalau kita lihat dalam dunia sekarang, yang banyak ada harta dan kesenangan adalah orang kafir. Adakah kita rasa Allah lebih sayang kepada mereka sampaikan mereka dapat lebih lagi dari orang Islam? Ini kena dijelaskan kerana kalau manusia tidak jelas, mereka akan pandang tinggi kepada orang kafir yang kaya raya dan berjaya itu dan akan cuba untuk mengikuti cara-cara mereka. Ini amat bahaya kerana kalau cara mereka itu bertentangan dengan agama, takkan kita nak ikut pula?

Oleh kerana itu, kita kena faham, segala kelebihan dan nikmat yang didapati oleh orang kafir itu bukanlah nikmat yang sebenarnya, kerana apa yang mereka dapat itu akan memberi azab kepada mereka akhirnya. Kerana dengan kesenangan, kekuasaan dan kekayaan mereka itu, ianya semakin menjauhkan mereka dari agama yang benar. Dan kita kena faham bahawa, kalau mereka kaya dan senang, bukanlah itu tanda Allah sayang kepada mereka. Ini penting kerana ada fahaman yang salah yang kata, kalau seseorang itu tidak berjaya dalam kehidupan, ada orang yang akan kata, itu sebab dia adalah buat salah lah tu, tidak solat lah tu, harta tidak berkat… dan sebagainya. Jangan kita terjerumus dengan fahaman yang sebegitu. Itu adalah fahaman orang kafir. Sebagai contoh, Kristian mazhab Protestant berfahaman, kalau seseorang itu kaya, itu tanda tuhan sayang. Itu salah faham dan orang Islam pun ada salah faham begitu. Kesenangan dan kesusahan adalah ujian. Selalu kita sangka kesusahan itu ujian, bukan? Tapi ketahuilah, kesenangan itu juga ujian. Kerana selalunya orang yang senang, susah nak ingat Allah. Dan kerana salah faham dengan konsep ini, menyebabkan ramai orang Islam yang solat kerana mereka hendak rezeki mereka murah, padahal kita sepatutnya solat kerana itu adalah arahan dari Allah. Kalau solat kerana hendak rezeki, itu sudah salah niat.

Untuk memahami dengan lebih mendalam, kita kena faham hakikat dunia. Iaitu kita kena tahu betapa rendah nilainya seperti yang Allah telah firmankan dalam An’am 32:
Dan tidak (dinamakan) kehidupan dunia melainkan permainan yang sia-sia dan hiburan yang melalaikan: dan demi sesungguhnya negeri akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Oleh itu, tidakkah kamu mahu berfikir?

Ayat ini adalah tentang orang kafir yang hidup di dunia ini dengan menjadikan ianya sebagai permainan dan melakukan perkara yang sia-sia sahaja. Mereka tidak ada melakukan perkara yang bermanfaat. Sedangkan orang mukmin, akan beramal dan mengumpulkan pahala semasa hidup di dunia. Bukannya nak kata dunia ini langsung tiada nilai. Maka kena faham apakah maksud ayat ini. Oleh kerana itu, kita tidaklah tolak langsung dunia ini. Boleh kalau nak pakai pakaian yang cantik, kereta yang baik, tapi jangan jadikan ianya sebagai tujuan utama hidup kita. Kita kena tahu yang tujuan hidup kita adalah untuk mencari bekal untuk akhirat. Kena buat amalan kebaikan dengan banyak. Barulah kehidupan kita di dunia ini tidak jadi ‘mainan’ sahaja.

Memang keindahan dunia ini amat merbahaya. Kerana ianya ada sahaja di depan mata kita dan kita hanya nampak dunia sahaja. Walaupun kita sudah banyak baca dan faham apakah kepentingan akhirat, syurga dan neraka, tapi mata kita tidak nampak semua benda-benda ghaib itu. Lain dengan dunia, yang memang kita sedang hadapi setiap hari ini. Dan kita memang sudah biasa membuat keputusan berdasarkan apa yang kita nampak di hadapan mata kita. Oleh kerana itu, ramai yang terjerumus ke dalam perangkap dunia sampai mereka lupa akhirat, lupa yang akhirnya mereka akan pergi ke sana dan lupa untuk menyiapkan bekal ke sana. Maka jangan kita lebihkan dunia dari akhirat. Ingatlah yang kita tinggal di dunia sekejap ini sekejap sahaja. Dalilnya, setiap hari, ada sahaja orang yang mati. Kita pun tidak lama lagi, akan mati, entah sebentar lagi boleh mati, kita tidak tahu. Oleh kerana ianya sementara sahaja, maka ianya bukan tempat mengaut nikmat. Yang kita hendak terima nikmat yang sebenarnya adalah di syurga nanti. Kalau kita tidak dapat nikmat semasa di dunia ini pun, tidaklah mengapa, asalkan kita mendapat nikmat yang banyak di akhirat nanti.

Ada satu hadis dari Nabi Muhammad yang mengatakan bahawa dunia tidak bernilai satu sayap nyamuk.
Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)
Lihatlah apa kata Nabi kita sendiri, dunia ini tiada nilai. Apa yang boleh buat dengan satu sayap nyamuk? Kalau nyamuk nak terbang pun, kena ada dua sayap baru boleh terbang. Kalau kita sedar hakikat dunia, jadi kita tidak tertipu dengan dunia lagi dah.

Kesimpulannya, banyak sangat ayat Qur’an dan hadis yang mengingatkan kita supaya jangan fokus kepada kenikmatan dunia sahaja. Kalau kita tumpukan sangat kepada dunia, akhirnya akan mati juga. Semua kena tinggal, termasuk anak pinak, harta benda dan duit yang kita kumpulkan itu. Tempat tinggal kita yang kekal abadi adalah di akhirat nanti. Oleh kerana itu, nikmat yang kita mahukan adalah di tempat yang kita akan kekal abadi, di syurga, in sha Allah.

Jadi jangan terkesan sangat dengan apa yang terjadi di dunia ini. Apa-apa sahaja yang terjadi kepada kita, kita redha sahaja, terimalah ia sebagai ujian dari Allah. Tapi bukanlah kita suruh tolak terus dunia ini. Kerana kita masih hidup di dunia. Kita masih lagi perlu makan, berkeluarga dan sebagainya. Para Nabi dan para sahabat pun tidaklah menidakkan keinginan nafsu mereka. Cuma ia perlu dijalankan dalam lingkungan syariat. Dan kita kena ingat yang hati mereka tidak tertakluk kepada dunia.

Kesimpulan

Jadi kena faham apakah yang kita minta kepada Allah dalam ayat ini. Jangan kita baca sahaja tanpa faham. Dan selepas tahu, kita kena cuba sedaya upaya untuk mencapai nya.

Ingatlah juga bahawa sedikit sebanyak kita sudah dapat nikmat yang disebut dalam ayat ini. Kerana kita sekarang sudah mendapat iman dan islam. Maka kita kena bersyukur kepada Allah supaya Dia tambah nikmat itu. Bersyukurlah kepada Allah atas nikmat iman yang telah diberikanNya ini, kerana bayangkan kalau kita sekarang dalam agama lain dan sembah batu, matahari, api dan sebagainya? Dan majoriti manusia adalah kufur, tapi Dia telah pilih kita sebagai Muslim. Tingkatan iman dan Islam seseorang tentunya tidak sama, tetapi sekurang-kurangnya kita sudah Muslim, bukan? Bersyukurlah. Cuma kita kenalah memperbaiki diri dan iman kita. Jangan pula rasa dah selamat kerana rasa dah muslim dah.

Sekian sahaja tentang mereka yang kita kena ikut. Selepas ini kita akan belajar apakah jalan dan sifat yang salah. Ini penting supaya kita mana yang salah kerana kita tahu mana nak kita elak. Kalau nak tahu tentang putih, kita kena bezakan dengan hitam, bukan? Barulah jelas putih apabila dibandingkan dengan hitam