Ketika
melakukan perjalanan ke Yaman dalam rangka menuntut ilmu Imam As Syafi’i
ditemani oleh budaknya. Di tengah perjalanan ia menyaksikan seorang laki-laki
duduk di beranda rumahnya.
Imam
As Syafi’i pun melihat laki-laki itu dengan kemampuan firasatnya yang kuat, ia
menemui bahwa laki-laki itu memiliki perangai yang amat buruk.
Namun
karena terpaksa, Imam As Syafi’i pun bertanya kepada lelaki tersebut,”apakah
ada rumah untuk disinggahi?”
“Ya”,
laki-laki itu pun mengiyakan.
Laki-laki
itu pun lantas mempersilahkan Imam As Syafi’i bermalam di rumahnya, ia amat
memuliakan Imam As Syafi’i. Laki-laki itu juga menghidangkan makan malam dan
makanan lainnya yang lezat untuk Imam As Syafi’i dan budaknya tersebut.
Bahkan
laki-laki itu juga memberi makanan untuk hewan tunggangan Imam As Syafi’i dan
memberikan alas tidur dan bantal. Melihat perbuatan itu, Imam As Syafi’i merasa
kebingungan, karena laki-laki ini menurut firasatnya adalah laki-laki yang
berperangai paling buruk.
Di
pagi harinya, Imam As Syafi’i pun berterima kasih kepada lelaki tersebut.
Sebelum berniat untuk pergi Imam As Syafi’i menemui laki-laki itu.”Jika Anda
pergi ke Makkah dan melalaui Dzu Thuwa, maka tanyalah rumah Muhammad bin Idris
As Syafi’i”, kata Imam As Syafi’i. Ia bermaksud untuk membalas kebaikan lelaki
tersebut.
“Apakah
engkau seorang sahaya?” Tanya lelaki itu kepada Imam As Syafi’i.
“Tidak”,
jawab Imam As Syafi’i.
“Apakah
aku memiliki tanggungan harta terhadapmu?”
“Tidak”,
Imam As Syafi’i menjawab dengan kebingungan mengenai maksud
pertanyaan-pertanyaan itu.
“Kalau
begitu, berikan kepadaku ganti atas apa yang aku berikan kepadamu tadi malam.”
Laki-laki itu mulai menampakkan perangai buruknya.
“Apa
itu?” Tanya Imam As Syafi’i.
“Aku
telah membelikan untukmu makanan dengan dua dirham, serta lauk dengan harga
sekian, minyak wangi dengan tiga dirham, juga makanan tungganganmu dua dirham,
sewa alas tidur dan bantal dua dirham,” kata laki-laki itu memperinci.
“Wahai
anak muda sila beri ya.” Kata Imam As Syafi’i kepada budak yang menyertainya.
Kemudian
Imam As Syafi’i pun menghampiri laki-laki itu dengan tersenyum karena
mengetahui firasatnya tepat.
“Ada
lagi yang lain?” Tanya Imam As Syafi’i.
“Ya,
sewa rumah. Aku telah menyediakan untukmu sedangkan aku sendiri merasa
kesempitan.” Jawab laki-laki itu.