Catatan Popular

Jumaat, 13 Oktober 2017

HIKAM ATHAILLAH KE 33 SYARAH SYEIKH AL BUTHI : Allah yang Maha Haq, tidak terhalang oleh sesuatu apapun



SYARAH SYEIKH AL BUTHI

Menurut Kalam Hikmah ke 33 Al-Arifbillah Syeikh Ahmad Ibnu Athaillah As kandary:

“Allah yang Maha Haq, tidak terhalang oleh sesuatu apapun. Akan tetapi yang terhalang adalah kamu dari melihat kepada-Nya, Karena apabila Allah terhalang sesuatu, pasti Allah SWT dapat ditutupi dan apabila dapat ditutupi maka adanya Allah terkurung. Tiap yang terkurung pasti ada yang menguasai. Sedangkn Allah Dzat yang memiliki kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-hamba-Nya.”

Untuk memahami maksud kalam hikmah di atas, al-Buthi memberikan sampel sebagai contoh agar mudah membedakan ungkapan kalam hikmah tersebut.

Perhatikan ungkapan berikut! “Matahari tertutupi dariku” dan ungkapan “Aku tertutupi dari Matahari”.
Ungkapan yang pertama, mencocoki pada kondisi jika pada lapisan Matahari terdapat awan yang menghalangimu, sehingga tertutupi. Sedangkan ungkapan yang kedua,mencocoki dengan kondisi jika pada pengelihatanmu terdapat hijab yang dapat menghalangi sinar matahari.

Berarti situasi yang pertama Matahari terhijabi darimu dan yang kedua kamu yang tertutupi dari Matahari, berbeda. Pertanyaannya, mungkinkah ada kondisi yang mencocoki pada perkataan “Allah tertutupi dari manusia atau dari suatu makhluk yang ada?”

Jika direnungkan, akan dipahami pada kondisi seperti apa pun tidak mungkin wujud Allah ditutupi suatu darimu atau yang lain. Karna jika Allah dihijabi sesuatu, berarti Dia ada dalam zona kekuasaan barang yang menutupi-Nya, hal itu mustahil terjadi bagi Allah SWT.

Inilah, inti sari makna yang terkandung dalam kalam hikmah Artinya, barang yang tertutupi menggambarkan ruang keterbatasan baginya dan hanya terkurung dalam area hijab yang menutupi. Karena jika tidak, pasti akan terbuka dan bisa dilihat oleh banyak kalangan dari luar zona tersbut.

Sedangkan antara penutup dengan barang yang ditutupi pasti berpisah, tidak dalam satu tempat. Semua hal tersebut sangat imposibel bagi Allah SWT. Ibnu Athaillah mengarahkan pada dua hakikat penting di balik pengertian kalam hikmah yang kita bahas kali ini.

Hakikat pertama area akidah dan yang kedua ranah tarbiyah dan suluk (pendidikan dan perjalanan menuju makrifat kepada Allah. Kita pahami bersama dua pembagian yang diarahkan Ibnu Athaillah terkait maksud kalam hikmah di atas, monggo kita lanjut.!

Pertama yang terkait dengan ranah akidah, yaitu isi kalam hikmah berikut: “Sesungguhnya Allah tertutupi dariku atau dari segenap hamaba-Nya.” Ungkapan ini sama sekali tidak boleh diucapkan, karna pada kalam tersebut terkesan menjadikan Dzat Allah sebagai objek yang tertutupi. Berarti ada subjek yang mengendalikan dan menguasai untuk menutupi Dzat Allah SWT, dan menganggap Allah ada dalam suatu tempat.

Sedangkan Allah SWT mempunyai sifat beda dengan perkara baru dari semua sisi, seperti tidak berupa benda, tidak bertempat dst.

Ketahuilah! Pada awalnya semua alam dan isinya tidak ada, kemudian diciptakan oleh Allh SWT yang semua ada dalam kendali-Nya. Maka semua alam semesta inilah yang butuh kepada Allah, bukan sebaliknya. Bagaimana mungkin sang Pencipta butuh pada yang diciptakan?

Dan bagaimana mungkin sang Khaliq terkendali dalam daerah kekuasaan makhluk-Nya? Tentunya sangat tidak mungkin. Secara dharuri dan intuatif semua praduga dan perkiraan di atas sangat imposibel terjadi pada Allah SWT yang Maha Raja dan Maha Haq.

Pemahaman yang terkait dengan area kedua, adalah zona pendidikan dan suluk, ulasannya sebagaimana berikut. Secara fitrah manusia mengenal kepada Allah sebagai Tuhannya, ia cenderung rindu dan cinta kepada Allah yang pada eksistensinya tidak ada penghalang. Cuma ketika dia mondar-mandir dalam labirin dunia dan tenggelam dalam tipu muslihanya serta condong pada keinginan syahwat dan hawa nafsu. Maka akan ada hijab yang merajut dan terselubung dalam hati dan pikirannya yang menjadikan dia lupa dan bodoh tidak seperti semula. Akhirnya dia akan tertutup hatinya dari makrifat kpada Allah, hatinya berubah tidak seperti semula.

Setelah mengerti dua esensi makna tersebut, kita harus tahu tugas dan kegiatan terpenting yang harus menjadi prioritas dalam pelaksanaannya. Yaitu beramal baik dengan tekun dan istikamah, sekiranya dapat menghilangkan hijab-hijab yang sudah menumpuk dalam jiwa kita.

Yang hijab-hijab itu menjadikan fitrah keimanan mengurang, serta membutakan mata hati dari melihat cahaya Tuhan yang terpancar pada pejajahan alam. Dan hanya dengan cahaya Tuhan, Alam semesta bisa terlihat terang, sebagimana telah dikutip pada kalam hikmah sebelumnya :
”Semua entitas alam pada mulanya gelap tak terlihat, hanya saja disinari oleh cahaya wujud Allah yang Maha Haq.”

Sedangkan cara tepat untuk menghilngkan hijab-hijab yang menumpuk dalam hati kita secara total adalah rekonsiliasi sejati antara ruh dan kerinduannya, jasad dan kebutuhannya agar jasad selalu melayani kebutuhan ruh, bukan sebaliknya. Karena hakikat yang kekal dan abadi pada diri kita adalah ruh, sedangkan jasad akan rusak dan sirna.

Dan kelak pada hari dibangkitkan semua makhluk, Allah menjadikan Ruh sebagai tempat jasad baru, sesuai dengan tatanan yang baru. Maka menjadi wajib bagi kita, untuk selalu memupuk hati dengan cinta dan ta’dzim kepada Allah SWT. Serta memperbanyak dzikir, baca al-Quran sambil mentadabburi dan mensyukuri segenap nikmat yang telah dianugerahkan pada kita. Sehingga pada perasaan dalam hati kita, Wujud Allah betul-betul agung dan entitas dunia terlihat hina dan fana. Akhirnya mata hati kita akan selalu melihat kebesaran Allah dan kabut penghalang akan lenyap dalam kesilauan cinta dan ta’dzim kepada-Nya.

Tiada ulasan: