Catatan Popular

Sabtu, 17 November 2018

INILAH PENYEBAB ZUHUD SYEIKH SYAQIQ AL BALKHY


Abu Ali Syaqiq bin Ibrahim al Balkhy (wafat 139 H./810 M) salah seorang di antara tokoh tokoh besar Khurasan. Ia adalah guru dari Hatim al Asham.

Dikisahkan, tentang penyebab zuhudnya, bahawa ia adalah salah seorang dari anak kalangan orang-orang berada.

Suatu ketika ia melakukan lawatan ke Turki untuk suatu kepentingan perniagaan. Dan kepergiannya itu merupakan yang pertama kali baginya. Suatu saat ia masuk ke pura patung. Penjaga pura itu, rambut dan janggutnya dicukur, pakaiannya dari jenis sutera arjuwaniyah.

Syaqiq berkata kepada si penjaga, “Bukankah anda mempunyai PenciptaYang Maha Hidup, Maha Tahu, dan Maha Kuasa, maka sembahlah Dia. Jangan menyembah patung patung yang tidak membahayakan atau memberi manfaat kepada diri anda!” Penjaga itu pun menjawab, “Bila Dia sebagaimana Anda ucapkan, tentu Dia dapat memberi rezeki kepada diri anda di negara anda sana. Mengapa anda bersusah payah datang kemari untuk berniaga?” Seketika Syaqiq pun menjadi sedar, dan sejak saat itu ia mengambil jalan zuhud.

Dikisahkan, di antara penyebab zuhudnya, bahawa la melihat seorang budak yang sedang bermain-main dengan penuh suka ria di musim kemarau dan kering. Orang-orang sangat prihatin kala itu. Syaqiq bertanya, “Apa yang membuatmu bersuka cita seperti itu? Bukankah engkau melihat kesengsaraan manusia di musim kemarau dan kering ini?” Budak itu menjawab, “Bagiku kesengsaraan itu tidak ada. Tuanku berada di suatu desa yang bersih, siapa saja masuk di sana dan apa pun yang kami inginkan dicukupi.” Sejenak Syaqiq sedar, dan berkata pada diri sendiri, “Kalau tuannya berada di suatu desa, dan ia tergolong makhluk yang fakir, sementara dirinya tidak peduli terhadap rezeki, lalu layakkah seorang Muslim mementingkan rezekinya, sedangkan Tuannya Maha Kaya?”
Hatim al Asham berkata, “Syaqiq al Balkhy tergolong kaya raya. Ia menghidupi para pemuda pada masanya. Sedangkan Gabenor Balkh kala itu adalah Ali bin Isa bin Mahan. Sang gabenor ini sangat menyayangi anjing pemburu miliknya. Suatu saat salah satu anjingnya hilang. Lantas anjing itu ditemukan berada di tempat seseorang laki-laki yang menjadi tetangga Syaqiq. Laki-laki itu pun dicari, namun ia lari dan bersembunyi di rumah Syaqiq. Lantas Syaqiq pergi ke rumah gubernur, dan berkata, ‘Tolong beri jalan. Soal anjing itu ada dirumahku, kukembalikan tiga hari lagi.’ Para pengawal gabenor menyilakan Syaqiq, dan setelah itu Syaqiq kembali pulang.

Pada hari ketiga, seorang sahabat Syaqiq yang sudah lama menghilang dari Balkh datang. Sahabat itu menemukan anjing yang lehernya berkalung di jalan, lantas anjing itu pun dibawanya. Lebih baik, anjing ini kuberikan saja kepada Syaqiq, sebab ia sibuk dengan kaum muda,’ kata si sahabat tersebut. Ketika Syaqiq melihatnya, ternyata anjing tersebut adalah anjing gabenor. Syaqiq amat girang, dan anjing itu tepat pada hari ketiga dibawa kepada gabenor, dan ia bebas dari beban. Allah swt. kemudian melimpahkan rezeki kesadaran, dan Syaqiq bertobat dari perilaku sebelumnya, kemudian menempuh jalan zuhud. “

Hatim al Asham menceritakan kisahnya ketika bersama Syaqiq, “Kami pernah bersama dengan Syaqiq dalam satu barisan tempur ketika memerangi orang-orang Turki. Saat itu tidak terlihat kecuali kepala-kepala manusia yang aneh, busur-busur panah yang patah dan pedang-pedang yang putus. Syaqiq berkata kepadaku, ‘Bagaimana dengan dirimu, hari ini, wahai Hatim? Apakah engkau melihatnya seperti kejadian semalam ketika engkau diusir oleh isterimu?’ Aku berkata, ‘Tidak, demi Allah!’ Syaqiq berkata, ‘Namun, bagiku, demi Allah, pada hari ini sama dengan dirimu pada malam itu.’ Kemudian Syaqiq tidur di antara dua rak, berbantalkan perisai, hingga terdengar gerit-geritnya.”
Di antara ucapan Syaqiq, “Bila Anda ingin mengenal seseorang, maka kenalilah; apakah ia memilih janji Allah swt. atau memilih janji manusia. Lebih condong ke mana orang tersebut, maka akan kelihatan peribadinya.”

Katanya pula, “Takwa seseorang diketahui atas tiga hal: Mengambil, mencegah dan berbicaranya.”

KISAH ZUHUD UWAIS AL QORNI


Kisah seorang pria yang Zuhud yang tinggal di yaman dengan kondisi kehidupan serba kekurangan, karena sifat zuhud yang tertanam di dalam dirinya, Uwais Al-Qorni disebutkan dalam hadist sebagai orang yang tidak terkenal di bumi namun sangat di kenal oleh penghuni langit, seperti hadist di bawah ini

Dalam kitab Shahih Muslim, juga disebutkan dari Umar bin Khattab RA, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda,
Akan datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama rombongan penduduk Yaman dari Kabilah Murad dari golongan Qorn, dulu ia pernah terkena penyakit belang lalu sembuh kecuali yang tersisa tempat sebesar ukuran satu dirham, ia memiliki ibu dan ia sangat berbakti kepadanya, seandainya ia memohon do’a dengan nama Allah, pasti Allah akan mengabulkannya, bila kamu bisa, mintalah ia mohon ampun kepadamu, maka lakukanlah”

Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla mencintai dari golongan makhluknya orang-orang yang bersih, tersembunyi dan terbebas dari dosa, rambut mereka berantakan, wajah mereka berdebu, perut mereka kelaparan, bila mereka meminta izin untuk menghadap pada pemimpin mereka tidak diberi izin, bila mereka meminang wanita yang kaya tidak akan diterima, bila mereka pergi tidak dicari, bila mereka muncul tidak ada yang gembira dengan kedatangan mereka, bila mereka sakit tidak dikunjungi, bila mereka wafat tidak diantar jenazahnya, “

Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, tolong sebutkan kepada kami salah seorang dari mereka, Rasulullah menjawab: itulah Uwais Al Qarani,"

Mereka bertanya, "Siapakah Uwais Al Qarani itu?" Beliau SAW menjawab: “Seseorang yang bermata biru, berambut merah, berdada lebar, berukuran sedang, berkulit kemerahan, kepalanya selalu tertunduk, pandangannya terarah ke tempat sujud, bersedekap, selalu menangisi dirinya, penampilan compang-camping, selalu diabaikan, memakai sarung dan selendang dari kulit domba, tidak dikenal oleh penduduk bumi, tapi dikenal oleh penduduk langit, seandainya ia memohon kepada Allah pasti Allah akan mengabulkan doanya, ketahuilah bahwa di bawah ketiak sebelah kiri terdapat kulit yang putih, dan ketahuilah bahwa kelak di hari kiamat diserukan kepada para hamba: masuklah ke dalam surga lalu dikatakan Uwais: berhentilah, berilah syafaat, lalu Allah memberinya syafaat untuk orang-orang sebanyak kabilah Rabiah dan kabilah Mudhor.

Wahai Umar dan Ali bila kalian bertemu dengannya, maka mintalah kepadanya agar ia memintakan ampun bagi kalian berdua niscaya Allah akan mengampuni kalian.”.

KISAH ZUHUD ABU DZAR AL GHIFARI


Tidak ada lagi dipermukaan bumi ini orang yang lebih benar ucapannya dari Abu Dzar.” (Sabda Rasulullah saw)

Di lembah Waddan yang menghubungkan Makkah dengan dunia luar, tinggal kabilah Ghiffar. Mereka hidup sangat berkekurangan dan tergantung pada pemberian kafilah saudagar Quraisy yang pulang pergi ke Syam. Tidak jarang pula mereka merampok kafilah-kafilah yang lewat di situ, apabila permintaan mereka tidak dipenuhi.

Jundub bin Junadah alias Abu Dzar adalah pemuda Ghifar yang lain dari yang lain, baik segi keberaniannya, maupun kecerdasannya dan jangkauan pemikirannya. Dia pemberani, berpikiran cemerlang dan berpandangan jauh ke depan.

Dia menilai kaumnya sangat bodoh, karena mereka menyembah berhala, tidak menyembah Allah. Dan dia tidak mengindahkan agama orang Arab yang dinilainya sebagai agama sesat dan kepercayaan (iktikad) yang kosong. Dia berpendapat, kedatangan seorang Nabilah yang dapat menunjuki akal dan hati nurani manusia, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang.

Pada suatu hari, ketika Abu Dzar berada di kampungnya, dia mendengar berita tentang seorang Nabi yang baru muncul di Mekkah. Maka disuruhnya saudaranya, Anis, mencek kebenaran berita itu.

Kata Abu Dzar, “Pergilah engkau ke Makkah, selidiki sampai dimana kebenaran berita mengenai seorang yang mengatakan mendapat wahyu dari langit. Simak segala ucapannya dengan teliti, kemudian laporkan kepada saya.”

Anis pergi ke Makkah dan bertemu dengan Rasulullah SAW. Dia mendengarkan ucapan-ucapan beliau, kemudian kembali ke desanya menemui Abu Dzar yang menanti penuh harap. Abu Dzar langsung menanyakan berita tentang Nabi yang baru itu dengan penuh keinginan.

Kata Anis, ”Demi Allah! Aku telah melihat orang itu. Dia mengajak orang supaya berakhlak mulia, dan kata-katanya jelas, bukan sya’ir.”

Tanya Abu Dzar, “Bagaimana pendapat orang banyak mengenai pribadinya?”

Jawab Anis,”Mereka mengatakan dia tukang sihir, tukang tenung dan penya’ir.”

Kata Abu Dzar, ”Demi Allah! Laporanmu tidak memuaskanku karena tidak memenuhi apa yang saya inginkan. Maukah engkau menjaga keluargaku, biar aku pergi kesana meneliti kegiatannya?”

Jawab Anis, ”Boleh! Tetapi hati-hati engkau menjaga diri terhadap tindakan penduduk Makkah".

Abu Dzar menyiapkan perbekalan untuk dibawanya. Besok pagi dia berangkat ke Makkah hendak menemui Nabi dan mencari berita tentang pribadi beliau. Abu Dzar tiba di Makkah dengan menyamar sebagai musafir untuk menghindari tindakan penduduk Makkah. Dia pernah mendengar berita tentang kemarahan kaum Qurasiy karena Tuhan mereka disepelekan, mereka menyiksa setiap orang yang mengatakan menjadi pengikut Nabi Muhammad. Karena itu Abu Dzar enggan bertanya-tanya kepada siapapun juga tentang Nabi yang baru dibangkitkan itu. Sebab dia tidak tahu apakah orang yang akan ditanya itu pembela Muhammad atau musuhnya.

Setelah malam dia tidur di Masjid, kebetulan Ali bin Abi Thalib lewat di dekatnya. Ali tahu Abu Dzar seorang asing. Kata Ali, ”Marilah ikut kami, hai orang asing!”

Abu Dzar pergi bersama Ali dan bermalam dirumahnya, Pagi-pagi Abu Dzar kembali ke masjid membawa kantong perbekalannya, tanpa bertanya-bertanya dengan Ali terhadap urusan masing-masing.

Hari kedua dilalui Abu Dzar seperti hari pertama. Dia masih belum mengenal yang namanya Nabi yang dicarinya itu. Petang hari dia tidur di masjid dan Ali lewat pula didekatnya. Kata Ali, ”Apakah anda belum tahu tempat anda menginap?”

Ali mengajak Abu Dzar bermalam di rumahnya. Malam kedua itu mereka masih diam, masing-masing tidak bertanya satu sama lain.

Malam ketiga barulah Ali berkata kepada tamunya, ”Mudah-mudahan anda tidak keberatan mengabarkan kepada saya maksud kedatangan anda ke Makkah.”

Jawab Abu Dzar, ”Jika anda bersedia berjanji untuk membantuku, akan saya jelaskan kepada Anda tujuanku datang ke sini.” Ali menyatakan kesediannya dan berjanji akan membantunya.

Kata Abu Dzar, ”Saya datang kesini dari jauh, sengaja hendak bertemu dengan Nabi yang baru dibangkitkan dan ingin mendengar apa yang dikatakannya.”

Di wajah Ali terpancar tanda kegembiraan, katanya, “Demi Allah! Memang sesungguhnya dia Rasulullah!” Selanjutnya Ali menceritakan kepada Abu Dzar bukti-bukti kerasulan Muhammad dan dakwah yang dibawa beliau.

Kata Ali selanjutnya, ”Besok pagi kita pergi dengan sembunyi-sembunyi. Jika aku melihat sesuatu yang membahayakan anda, aku akan berhenti dan pura-pura menumpahkan air. Bila aku terus, ikutilah aku sampai ke sebuah tempat. Bila aku masuk, masuk pulalah anda!”

Abu Dzar tidak dapat memejamkan mata semalaman, karena sangat rindu hendak bertemu dengan Rasulullah dan mendengar wahyu yang diwahyukan kepadanya. Pagi-pagi Ali pergi dengan tamunya ke rumah Rasulullah yang mulia. Abu Dzar mengikuti Ali dari belakang tanpa menoleh kemana-mana.

Tiba di rumah Rasulullah Abu Dzar memberi Assalamu’alaikum, “Assalamu ‘alaika, ya Rasulullah!”

Jawab Rasulullah, “Wa’alaika salamullahi wa rahmatuhu wa barakatuh.”

Dalam sejarah Islam tercatat, Abu Dzar adalah orang yang pertama memberi Assalamu’alaikum kepada Rasulullah dengan Assalamu’alaikum penghormatan secara Islam, sesudah itu Assalamu’alaikum tersebar luas dan merata dikalangan umat Islam.

Rasulullah mengajak Abu Dzar masuk Islam, dan membacakan ayat-ayat Al Qur’an kepadanya. Abu Dzar mengucapkan kalimat syahadah di hadapan beliau. Dia masuk Islam sebelum agama yang baru itu dianutnya itu sampai ke negrinya. Dia orang keempat atau orang kelima yang masuk Islam.

Marilah kita dengarkan Abu Dzar mengisahkan cerita selanjutnya mengenai dirinya, katanya; “Aku tinggal di Makkah bersama Rasulullah, beliau mengajarkan Islam dan membacakan ayat-ayat Al-qur’an kepadaku.

Kemudian beliau menasehatiku, ”Jangan diceritakan kepada siapapun dari penduduk Makkah, bahwa engkau sudah masuk Islam, saya kuatir kalau-kalau mereka membunuhmu.”

Jawabku, “Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Aku tidak akan meninggalkan Makkah sebelum aku datang ke masjid meneriakkan kalimah yang hak di tengah-tengah kaum Quraisy.” Rasulullah diam saja mendengar jawabanku.

Kemudian aku datang ke masjid ketika orang-orang Quraisy duduk bercakap-cakap. Aku datang ke tengah-tengah mereka, lalu aku berseru dengan suara keras, “Hai, kaum Quraisy! Aku mengaku sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.” Kalimat-kalimatku menyentuh telinga mereka, mereka terkejut dan melompat dari duduknya.

Kata mereka, “tangkap! Dia meninggalkan agama nenek moyangnya!”

Aku dikeroyok hendak dibunuh mereka. Untunglah Abbas bin Abdul Mutthalib, paman Nabi datang melindungiku. Kata Abbas, “celaka kalian! Mengapa kalian hendak membunuh orang Ghifar. Padahal Ghifar tempat kafilah kalian lewat.”

Mereka berhenti mengeroyokku, sesudah itu aku pergi menemui Rasulullah, setelah beliau melihatku babak belur, beliau berkata, “bukankah aku sudah melarangmu mengatakan kepada mereka bahwa kamu telah Islam?”

Jawabku, “Aku penasaran sebelum tekadku kulaksanakan.”

Kata Rasulullah, “Sekarang sebaiknya engkau pulang kepada kaummu. Beritakanlah kepada mereka apa yang engkau lihat dan apa yang engkau dengar. Ajaklah kaummu kepada agama Allah. Semoga ajakanmu bermanfaat bagi mereka, dan engkau mendapat pahala karena mengajak mereka. Bila engkau mendengar berita bahwa aku telah berdakwah secara terang-terangan atau terbuka, datanglah kembali kepadaku.”

Aku pulang ke kampungku. Sampai di kampung, saudara-saudaraku bertanya, “Apa yang telah kau lakukan?”

Jawabku, “Aku sudah Islam dan mengakui kebenaran agama itu.”

Tidak berapa lama kemudian Allah melapangkan dada Anis, Dia berkata kepadaku, “Tidak ada alasan bagiku membenci agamamu. Karena itu aku masuk Islam dan mengakui pula kebenarannya.”

Kemudian kami datangi ibu kami, lalu kami ajak ibu masuk Islam. Kata ibu, “Saya sungguh tertarik kepada agama kalian.“ Lalu ibu masuk Islam pula. Maka sejak hari itu keluarga mu’min itu berdakwah di kampung Ghifar tanpa merasa lelah dan jemu. Banyak penduduk Ghifar masuk Islam. Rasulullah berkata mengenai mereka, “Semoga Allah mengampuni penduduk Ghifar dan menyelamatkan penduduk Islam.”

Rasulullah sangat terkesan kepada Abu Dzar dan memuliakannya, setiap beliau bertemu dengan Abu Dzar, beliau berjabat tangan dengannya dan wajah beliau terlukis seulas senyum tanda gembira.

Sejak Rasulullah berpulang ke rahmatullah, Abu Dzar tidak betah tinggal di Madinah. Kota itu terasa kosong baginya ditinggal Rasulullah. Dia pergi ke negeri Syam dan menetap tinggal di sana selama pemerintahan Abu Bakar Shiddiq dan Umar r.a

Zaman pemerintahan Utsman, Abu Dzar tinggal di Damascus. Dia melihat kaum muslimin sudah bermewah-mewah dengan kehidupan dunia. Abu Dzar bergerak membasmi gejala buruk yang membahayakan kaum muslimin itu. Karena itu khalifah Utsman memanggilnya ke Madinah.

Beliau begitu lama tinggal di Madinah mengingatkan masyarakat/ para pembesar supaya kembali kepada hidup sederhana seperti dicontohkan Rasulullah, Khalifah Utsman memerintahkannya pindah ke Rabzah, sebuah kampung kecil dekat kota Madinah. Abu Dzar tinggal di kampung itu terjauh dari masyarakat ramai. Dia menjauhkan diri dari kecenderungan hidup mewah dengan harta dunia, dan mempertahankan hidup sederhana seperti dicontohkan Rasulullah dan dua orang sahabat beliau, Abu Bakar dan Umar. Dia lebih mengutamakan kehidupan akherat daripada kehidupan dunia.

Pada suatu hari seorang laki-laki datang ke rumah Abu Dzar. Orang itu melayangkan pandangannya ke setiap pojok rumah Abu Dzar. Dia tidak melihat apa-apa dalam rumah itu. Karena itu orang tersebut bertanya kepada Abu Dzar, “Hai Abu Dzar! Dimana barang-barangmu?” Jawab Abu Dzar, “Kami mempunyai rumah yang lain (di akherat). Barang-barang kami yang bagus telah kami kirimkan kesana.”

Orang tersebut rupanya mengerti maksud Abu Dzar. Lalu dia berkata pula, ”Tetapi bukankah kamu memerlukan juga barang-barang itu di rumah ini (di dunia)?” Jawab Abu Dzar, ”Tetapi yang punya rumah (Allah) tidak membolehkan kami tinggal disini selama-lamanya.

Pada suatu ketika, Wali Kota Syam mengirimnya uang 300 dinar. Katanya, “Manfaatkanlah uang ini untuk memenuhi kebutuhan Anda!”

Abu Dzar mengembalikan uang itu seraya berkata, “Apakah Wali Kota tidak melihat lagi seorang hamba Allah yang lebih memerlukan bantuannya selain saya?”

Tahun ke 32 Hijriah Allah Yang Maha Pemberi berkenan memanggil hamba-Nya yang zuhud ini, dan yang telah mendapat pujian dari Rasulullah dengan sabdanya, ”Tidak akan diperoleh di dunia ini orang yang lebih konsekuen dari Abu Dzar.”

KISAH GUBERNUR YANG ZUHUD


Khalifah Umar bin Khaththab mengutus Umair bin Sa’ad untuk menjadi gubernur Himsha. Namun setelah memerintah selama satu tahun Umar tidak pernah mendapat kabar darinya sedikit pun. Lalu Umar meminta kepada sekretarisnya, “Tulislah surat untuk Umair, demi Allah dia telah mengkhianati kita.”
Surat itu berbunyi, “Jika engkau telah menerima suratku ini maka segeralah menghadap membawa pajak kaum muslimin, langsung setelah engkau melihat surat ini.”
Umair bergegas mengambil kantong kulitnya. Ia memasukkan bekal perjalanannya dan tempat makannya. Kemudian menggantungkan peralatan-peralatan tersebut pada bahunya, juga membawa tongkat besi. Ia berjalan kaki dari Himsha menuju Madinah.
Diriwayatkan bahwa saat tiba di Madinah beliau kelihatan pucat wajahnya, lusuh dengan rambut panjang. Kemudian beliau menghadap Umar seraya mengucapkan salam.
Umar bertanya, “Bagaimana kabarmu?” Umair menjawab, “Sebagaimana yang Anda lihat! Bukankah badanku sehat, darahku suci, aku membawa kebaikan isi dunia!”
Umar bertanya, “Apa yang kau bawa?” (Umar mengira ia telah membawa harta pajak). Umair menjawab, “Aku membawa kantong kulit, tas tempat aku menaruh bekal perjalananku; mangkuk besar yang aku gunakan untuk makan atau aku jadikan sebagai tempat air ketika aku mandi dan mencuci pakaian, ember tempat aku membawa air wudhu dan air minumku, tongkat yang aku gunakan untuk bersandar atau melawan musuh jika sewaktu-waktu bertemu. Demi Allah sesungguhnya tiada barang dunia kecuali telah aku bawa bersama bawaanku.”
Umar bertanya, “Kamu datang kemari dengan berjalan kaki?” Umair menjawab, “Betul.”
Umar bertanya, “Apakah tidak ada orang yang memberi kendaraan kepadamu untuk engkau tunggangi?” Umair menjawab, “Mereka tidak memberi karena aku tidak meminta mereka untuk itu.” Umar berkomentar, “Mereka adalah seburuk-buruknya orang Islam.” Umair berkata kepada Umar, “Bertawakallah kepada Allah wahai Umar, sesungguhya Allah melarangmu berghibah. Padahal aku senantiasa melihat mereka melaksanakan shalat Shubuh.”
Umar berkata, “Lalu mana laporanmu? Dan apa yang telah engkau lakukan?” Umair menjawab, “Apa maksud pertanyaanmu wahai Amirul Mukminin?”
Umar mengucapkan, “Subhanallah!” Umair berkata, “Kalau bukan karena aku khawatir membuatmu susah hati aku tidak akan melaporkan kepadamu. Engkau mengutusku ke suatu wilayah sehingga setibanya aku di negeri itu aku mengumpulkan orang-orang shalih dari penduduk tersebut, aku memungut pajak dari mereka, sampai jika mereka telah mengumpulkannya, maka aku bagikan kepada yang berhak. Kalau engkau berhak menerima bagiannya pasti aku membawakan bagian itu untukmu.”
Umar berkata, “Lalu engkau datang tidak membawa sesuatu?” Umair menjawab, “Tidak.”
Umar berkata, “Perpanjanglah masa tugas Umair.” Umair berkata, “Sesungguhnya tugas ini tidak akan saya tunaikan untukmu juga pemimpin sesudahmu. Demi Allah, dengan jabatan tersebut aku tidak selamat juga tidak pernah akan selamat. Telah aku katakan kepada stafku, ‘Allah telah merendahkan martabatmu wahai Umair, dengan jabatan itu,’ apakah untuk hal demikian itu engkau tawarkan jabatan kepadaku lagi wahai Umar? Sesungguhnya hari-hariku yang paling tidak menguntungkan adalah saat aku menjadi wakilmu.” Kemudian Umair minta pamit untuk pulang ke rumahnya, Umar pun mengizinkan.
Seorang perawi berkata, “Jarak antara Himsha dengan Madinah adalah beberapa mil. Ketika Umair pulang ke Himsha Umar berkata, ‘Sepertinya Umair menghianati kami.’ Kemudian Umar mengutus seorang ajudan yang sering dipanggil dengan nama al-Harits dan dibekali 100 dinar. Umar berpesan, ‘Pergilah ke tempat Umair usahakan engkau menginap di rumahnya sebagai seorang tamu. Apabila engkau melihat bukti-bukti kekayaan, kembalilah! Namun jika kondisinya memprihatinkan berikanlah 100 dinar ini kepadanya.’
Kemudian al-Harits berangkat menuju Himsha. Setibanya di kediaman Umair, ia lihat Umair sedang duduk menenun jubahnya dengan disandarkan ke sisi dinding. Al-Harits mengucapkan salam kepadanya, lalu Umair berkata, ‘Mampirlah kemari, semoga Allah mencurahkan kasih sayangNya kepadamu.’ Benar lelaki tersebut mampir, Umair menyapa, ‘Dari mana anda datang?’ Ia menjawab, ‘Dari Madinah.’
Umair berkata, ‘Bagaimana kondisi Amirul Mukminin ketika kamu berangkat kemari?’
Ia menjawab, ‘Baik-baik saja.’
Umair bertanya, ‘Bagaimana pula kondisi umat Islam?’ Ia menjawab, ‘Mereka juga baik-baik saja.’
Umair bertanya, ‘Bukankah beliau (Khalifah Umar) akan menegakkan hudud (hukuman)?’ Ia menjawab, ‘Benar. Beliau memukul anaknya yang melakukan pelanggaran, sehingga meninggal dunia karena kerasnya pukulan itu.’
Umair berkata, ‘Ya Allah, tolonglah Umar. Sesungguhnya aku tidak mengenalnya kecuali ia seorang yang tegas (keras) karena kecintaanya kepadaMu.’
Diriwayatkan bahwa al-Harits tinggal di rumah Umair selama tiga hari. Keluarga ini tidak memiliki bahan makanan kecuali gandum sedikit, mereka sengaja menyisihkan untuk disuguhkan pada tamu. Sampai datang suatu hari mereka kelihatan sangat susah, ketika itu Umair berkata, ‘Kamu tinggal di sini tapi kami tidak mampu melayani dengan baik, jika ingin berpindah dari sini silahkan.’
Kemudian al-Harits mengeluarkan uang dinar tersebut dan memberikan kepada Umair. Al-Harits berkata, ‘Uang dinar ini diberikan Amirul Mukminin kepadamu, gunakanlah untuk memenuhi kebutuhanmu.’ Seketika itu Umair berteriak sambil berkata, ‘Saya tidak membutuhkan uang ini, kembalikan.’
Isteri Umair berkata, ‘Kalau engkau membutuhkan ambillah, jika tidak maka berikan pada yang berhak.’
Umair berkata, ‘Demi Allah aku tidak memiliki kepentingan dengan dinar itu.’ Kemudian Isteri Umair merobek bagian bawah pakaiannya, lalu ia memberikan sobekan kain itu kepada suaminya. Uang itu dimasukkan Umair ke dalam kain sobek tersebut lalu keluar rumah untuk membagi-bagikannya kepada anak-anak para syuhada dan fakir miskin. Setelah selesai ia pulang ke rumah.
Ajudan Umar mengira dirinya akan mendapat bagian dinar itu sekalipun sedikit (ternyata tidak -pent). Umair berkata, ‘Aku berkirim salam kepada Amirul Mukminin.’
Sekarang al-Harits kembali menghadap Umar. Ketika itu Umar bertanya, ‘Apa yang kamu saksikan di sana?’ Al-Harits menjawab, ‘Wahai Amirul Mukminin, aku lihat kondisinya sangat memprihatinkan.’
Umar bertanya, ‘Bagaimana dia menggunakan dinar tersebut?’ Al-Harits menjawab, ‘Aku tidak tahu.’
Lalu Umar menulis surat kepada Umair, ‘Jika suratku ini datang kepadamu, janganlah engkau letakkan dari tanganmu kecuali engkau segera menghadap kepadaku.’
Umair pun datang menghadap Umar, setelah ia masuk ruangan, Umar bertanya, ‘Apa yang engkau lakukan dengan uang dinar tersebut?’ Ia menjawab, ‘Terserah aku bagaimana memanfaatkannya, mengapa engkau menanyakan kegunaan uang dinar itu?’
Umar berkata, ‘Aku mohon padamu, berikan laporan kepadaku tentang penggunaan uang dinar itu!’ Umair menjawab, ‘Aku pergunakan untuk diriku.’
Umar berkata, ‘Semoga Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepadamu.’ Kemudian Umar memerintahkan agar Umair dibekali tepung makanan dan dua helai pakaian. Umair berkata, ‘Kalau berupa makanan, aku tidak membutuhkannya, karena aku telah meninggalkan dua sha’ gandum untuk kebutuhan keluargaku, makanan itu akan cukup sampai aku pulang lagi dan memakannya karena Allah senantiasa melimpahkan rizkiNya.’ Umair tidak mengambil makanan yang ditawarkan tadi. Adapun mengenai dua helai pakaian, Umair berkata, ‘Ummu fulan tidak memiliki pakaian,’ lalu beliau mengambil keduanya kemudian pulang ke rumah (Himsha).
Tidak berselang lama, Umair meninggal dunia, semoga Allah mencurahkan rahmatNya. Berita wafatnya sampai ke Umar. Beliau merasa terpukul dan iba. Kemudian pada suatu hari beliau keluar dengan berjalan kaki bersama para sahabat menuju Baqi’ul Garqad. Umar berkata kepada para sahabat, ‘Hendaknya setiap kalian mempunyai harapan (cita-cita).’ Salah seorang di antara mereka berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin aku ingin sekiranya aku mempunyai harta maka harta itu akan aku gunakan untuk memerdekakan budak karena Allah Ta’ala sekian dan untuk anu sekian.’
Sahabat yang lain berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin aku ingin sekiranya mempunyai harta maka akan aku infakkan di jalan Allah.’ Yang lain berkata, ‘Sekiranya aku mempunyai kekuatan tentu aku akan membuka saluran air Zam-zam untuk jamaah haji Baitullah.’
Lalu Umar berkata, ‘Kalau aku, ingin memiliki seseorang seperti Umair bin Sa’ad, aku meminta pertolongan kepadanya dalam urusan kaum Muslimin’.” (Al-Hilyah, 1/247-250.)

Isnin, 12 November 2018

KITAB IMAM AL QURTHUBI : FASAL KEMATIAN (BAB 10 - MATI DALAM BERBAIK SANGKA DAN TAKUT PADA ALLAH SWT

Kitab Al Taskirat bi Awali al Mauta wal Umur al Akhirat

Oleh Imam al Qurthubi Andalusia (Mahaguru Tafsir)

Diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bahawa tiga hari sebelum Rasulullah saw wafat, Baginda telah bersabda "Janganlah salah seorang dari kamu meninggal dunia kecuali didalam keadaan sedang berbaik sangka kepada Allah". Hadis ini juga diriwayatkan oleh Bukhari. Hadis ini turut diriwayatkan oleh Abu Dunya dalam kitabnya 'Husnu azh Zhan Billah', beliau menambah "...susungguhnya ada satu kaum yang dibinasakan Allah kerana buruk sangka kepada Allah. Maka Allah yang Maha memberkati dan Mahaluhur berfirman kepada mereka didalam surah Fuhsilat ayat 23 yang mafhumnya :

"...dan yang demikian itu adalah perasangkamu yang telah kamu sangka terhadap Tuhanmu, Dia telah membinasakan kamu. Maka jadilah kamu tergolong diantara orang-orang yang rugi ".

Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah dari Anas bahawa Nabi swt pernah menziarihi seorang pemuda yang sedang dalam keadaan Nazak, Baginda bertanya 'Bagaimana perasaanmu ? '. Ia menjawab " Selain berharap kepada Allah, aku juga mengkhawatiri dosa-dosaku". Lalu Rasulullah bersabda " Jika dalam hati seorang hamba yang mukmin ada dua perasaan seperti itu, Allah tentu akan mengkhabulkan harapannya dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutinya". Hadis ini juga telah diriwayatkan oleh at Tarmidzi yang mengatakan hadis ini hasan sekaliarong gharib. Juga diriwayatkan oleh Tasbit dari Nabi saw secara mursal.

At Tarmidzi dalam kitabnya 'An Nawadir al Ushul' dasar ke 86 mengatakan bahawa ia mendengar dari Yahya bin Habib dari Ady dari Basyar al Mufdhal dari Auf bahawa al Hasan berkata 'Aku pernah dengar Rasulullah bersabda', "Tuhanmu Yang Mahaperkasa dan Mahaagung berfirman", " Aku tidak menghimpunkan pada hamba Ku dua ketakutan sekaliarong dan tidak menghimpunkan dua rasa bebas sekaliarong. Barang siapa yang takut pada Ku didunia, Aku akan beri kebebasan diakhirat. Barang siapa yan merasa bebas dari Ku semasa didunia, Aku akan membuatnya rasa takut diakhirat ".

Bersumber dari Abu Bakar bin Sabiq al Umawi dari Abu Malik al Janbi dari Jaubir dari adh- Dhahhak dari Ibnu Abbas dan dari Rasulullah saw menyentuh berkenaan munajat Nabi Musa as, Allah swt berfirman " Wahai Musa...sesungguhnya setiap hamba Ku yang bertemu Aku pada hari kiamat nanti pasti akan Aku periksa apa yang ada padanya kecuali dua sifat wira'i (Ketakutan dan malu). Aku merasa malu kepada mereka, memberi tangguh kepada mereka, memuliakan mereka dan memasukkan mereka kedalam syurga tampa hisab ". Lalu Rasulullah bersabda lagi "Barangsiapa yang merasa malu kepada Allah didunia dari apa yang telah dilakukannya. Allah pun merasa malu untuk memeriksa dan menyoalnya. Tidak mungkin terkumpul dua rasa malu sekaliarong padanya, sebagaimana juga tidak mungkin terkumpul dua rasa takut sekaliarong padanya ".



KETERANGAN:


Perasaan berbaik sangka terhadap Allah seharusnya lebih kuat semasa seseorang hampir meninggal dunia daripada sewaktu ia sihat. Sebagai ganjarannya Allah telah berjanji akan mengasihinya dan mengampuni dosa-dosanya. Bagi orang-orang yang berada disekelilingnya sewaktu nazak, harus selalu mengingatkannya supaya dia masuk dalam firman Allah "Aku tergantung bagaimana sangkaan hamba Ku kepada Ku, bolehlah ia menyangka Aku sesuka hatinya". Demikian yang telah diriwayatkan oleh Ahmad dan Hakim.

Dari sebuah hadis daaif yang telah diriwayatkan oleh al Khathib didalam 'Tarikh Baghdad' - (1/396) dan dari riwayat Hammad bin Salamah dari Tsabit dari Anas bin Malik bahawa Rasulullah bersabda "Janganlah salah seorang dari kamu meninggal dunia kecuali sedang berbaik sangka kepada Alllah kerana berbaik sangka kepada Allah itu adalah harga syurga ". Diriwayatkan oleh Ibnu Umar bahawa ia berkata "Tiang dan tujuan utama agama ialah untuk berbaik sangka kepada Allah. Barangsiapa diantara kamu meninggal dunia sedang kamu berbaik sangka kepada Allah, ia akan masuk syurga dengan perasaan lega." Abdullah bin Mas'ud menyatakan "Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, seseorang yang mahu berbaik sangka kepada Allah, nescaya Allah akan memberikan sangkaan yang sama kepadanya. Hal itu kerana segala kebijikan ada ditangan Nya ". Mengambil berita dari Sufyan, Ibnu Mubarak mengatakan bahawa Ibnu Abbas pernah berkata " Apabila kamu melihat seseorang hendak meninggal dunia, buatlah ia gembira supaya ia bertemu dengan Tuhannya dalam keadaan berbaik sangka kepada Nya ". Apabila mereka didalam keadaan sihat dan hidup, maka takut-takutkanlah mereka (memberi peringatan dan kesedaran). Kata al Fudhail "Dalam keadaan sihat seorang hamba lebih baik takut daripada berharap. Tetapi semasa hendak meninggal dunia, berharap itu lebih baik dari takut ".

Diriwayatkan oleh Ibnul Abu Dunya dari Yahya bin Abdullah al Bashri dari Sawar bin Abdullah dari al Mu'tamir bahawa ia berkata " Ketika ayahku hendak meninggal dunia ia berkata kepadaku, "Wahai Mu'tamir... ceritakan kepadaku pekara-pekara yang ringan dan menyenangkan supaya nanti aku bertemu Allah dalam keadaan bersangka baik kepadaNya ". Diriwayatkan oleh Amr bin Muhammad an Naqid dari Khalaf bin Khalifah dari Husain dari Ibrahim bahawa ia berkata "Orang-orang salaf gemar sekali memberitahukan amal-amal kebijikan seseorang yang hendak meninggal dunia supaya ia boleh berbaik sangka kepada Allah yang Mahaperkasa dan Mahaagung ". Tsabit al Banani bercerita "Ada seorang pemuda yang terkenal sangat nakal sehingga selalu membuat Ibunya merasa malu. Sewaktu hendak meninggal dunia, Ibunya dengan penuh kasih sayang menghampirinya dan berkata, 'Anakku, aku selalu mengingatkan mu bahawa kamu pasti akan menemui ajalmu seperti ini'. Ia menjawab ' Wahai ibu.. sesungguhnya aku punya Tuhan yang sangat dermawan dan baik. Hari ini aku masih boleh berharap, mudah-mudahan Dia tidak lokek atas kebaikkan Nya padaku." Akhirnya anak itu dikasihi oleh Allah berkat berperasangka baik kepada Allah ".

Pasa suatu hari, Amr bin Dzar sedang duduk bersama-sama dua sahabatnya Ibnu Abu Daud dan Abu Hanifah, ia berkata "Ya Allah.. takkanlah Engkau hendak menyeksa kami, sedangkan diperut kami ada tauhid ?. Aku tidak pernah melihat Engkau melakukan seperti itu. Ya Allah.. ampunkanlah orang yang selalu bersifat seperti para tukang sihir Firaun pada saat Engkau mengampuni mereka kerana mereka mengatakan (yang terdapat dalam Quran, firman Allah didalam surah asy Syu'ara ayat 47)..."Kami beriman kepada Tuhan semesta Alam".

Kemudian diceritakan pula oleh ath Thabari, katanya "Dikatakan Nabi Allah Yahya bin Zakaria apabila bertemu dengan Nabi Isa bin Maryam as ia bermuka masam, Nabi Isa berusaha membuat ia tersenyum tapi tak menjadi lalu Baginda pun bertanya "kenapa bermasam muka?" Nabi Yahya as menjawab "Kerana setiap kali bertemu denganmu, kamu sentiasa tersenyum seolah-olah kamu telah merasa bebas didunia ini ". Kemudian Allah mewahyukan kepada mereka berdua "Sesungguhnya diantara kamu berdua, yang paling Aku cintai ialah yang paling berperasangka baik terhadap Ku". Demikianlah yang diberitakan oleh Israeliayat (sebuah manuskrip kaum Israel).

Telah diriwayatkan oleh Baihaqi dan Abdurazaq bahawa Zaid bin Aslam mengatakan "Pada hari kiamat kelak, seseorang yang dihadapkan kepada Allah, lalu Allah berfirman kepada Malaikat, "bawa orang ini pergi ke Neraka" Ia bertanya "Wahai Tuhan, bagaimana dengan solat dan puasaku". Allah berfirman "Hari ini Aku memutuskan rahmat Ku, sebagaimana kamu memutuskan hamba-hamba Ku dari rahmat Ku". Allah telah berfirman didalam surah al Hijr ayat 56 yang mafhumnya ;

"Ibrahim berkata ' Tiada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya kecuali orang-orang yang telah sesat ".

KITAB IMAM AL QURTHUBI : FASAL KEMATIAN (BAB 9 - KEMATIAN ITU KIFARAH BAGI UMAT ISLAM.


Kitab Al Taskirat bi Awali al Mauta wal Umur al Akhirat

Oleh Imam al Qurthubi Andalusia (Mahaguru Tafsir)


Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dari Anas bin Malik bahawa Rasulullah saw telah bersabda "Kematian adalah kifarah bagi setiap muslim". Hadis ini juga dikatakan oleh al Qadli Abu Bakar ibnu Arabi didalam kitabnya "Siraj al Muridin", beliau mengatakan bahawa hadis ini adalah sahih sekaligus hasan.


KETERANGAN:


Sesungguhnya kematian itu adalah merupakan kifarah bagi segala penderitaan dan rasa sakit yang dialami oleh seseorang muslim semasa menderita terlantar kerana sakit dipembaringan dan kemudiannya membawa maut. Dalam hadis riwayat Muslim bahawa Rasulullah telah bersabda "Setiap orang muslim yang ditimpa penderitaan berupa sakit dan lain-lainnya, nescaya kerananya Allah akan menurunkan dosa kejahatan-kejahatan itu seperti pokok yang menguggurkan daun-daunnya ". Dari kitab 'Al Muwatha' iaitu sebuah riwayat dari Abu Hurairah, bahawa Rasulullah bersabda " Barangsiapa yang dikehendaki Allah baik, Allah akan mendugainya".

Kemudian dalam sebuah hadis ma'tsur, Allah swt telah berfirman "Sesungguhnya Aku tidak mengeluarkan seseorang dari dunia sedang aku ingin mengasihinya, sebelum Aku cukupkan padanya atas semua kesalahan yang pernah ia lakukan, dengan sakit ditubuhnya, musibah yang menimpa keluarga dan anaknya, kesusahan hidup, kesempitan rezekinya sehingga kepada hal-hal yang kecil. Apabila masih ada sisa dosanya, aku akan memberatkannya dengan kematian, sampai akhirnya ia datang kepada Ku seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya". Dikatakan oleh penulis kitab 'Syarah ash Shudur' dimukasurat 28. Didalam sanadnya terkandung nama 'ad Dairuni', nama seorang perawi yang dicurigai kerana selalu berdusta.

Berbeza keadaannya dengan mereka-mereka yang tidak dicintai dan tidak mendapat redha Allah, seperti yang telah disebukkan didalam sebuah riwayat yang menyatakan, Allah swt telah berfirman "Demi Keperkasaan dan Keagungan Ku, Aku tidak mengeluarkan dari dunia seorang hamba yang ingin Aku seksa, sampai Aku memenuhi setiap kebajikan yang pernah dilakukannya dengan kesehatan tubuhnya, kelapangan pada rezekinya, kesenangan dalam hidupnya dan rasa tenang didadanya, sampai hal-hal yang kecil sekali. Jika masih ada sisa kebaikkannya, aku akan permudahkan kematiannya, sampai akhirnya dia datang kepada Ku tampa mempunyai sebarang kebajikan sedikit pun yang dapat ditebus dari Neraka " Hadis sanad ini juga dibentangkan oleh Abu Daud dengan sanad yang sahih seperti yang telah diperkatakan oleh Abul Hasan ibnul Hishar dari Ubid bin Khalid as Salmi, salah seorang sahabat Nabi, bahawa Rasulullah bersebda "Kematian mengejut adalah hukuman yang menyedihkan bagi orang kafir ". Hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Daud secara mursal.

Diriwayatkan oleh at Tarmidzi didalam hadis daaif dari Aisyah ra bahawa ia berkata "Sesunggunnya kematian mengejut itu adalah kesenangan bagi orang mukmin tetapi hikuman yang menyedihkan bagi orang kafir". Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahawa sesungguhnya Nabi Allah Daud as telah meninggal pada hari Sabtu secara mengejut. Diriwayatkan oleh Zaid bin Aslam budak Saidina Umar al Khatab bahawa ia berkata "Jika sesorang mukmin yang masih mempunyai sisa dosa yang belum mencukupi pada amalannya, Allah swt akan memberatkan Shakaratulmaut. Kesakitan yang dashyat itu akan mencapaikan darjatnya disyurga. Jika orang kafir melakukan kebajikan didunia, Allah akan permudahkan kematiannya untuk melunaskan balasan kebajikan yang telah dilakukan itu, kemudian ia kembali ke Neraka ". Hadis ini juga telah diperkatakan oleh Abu Muhamad @ Abdul Haq.

Telah diriwayatkan oleh al Hafizh Abu Nu'aim dari hadis al A'masy dari Ibrahim dari al Qamah dari Abdullah bahawa Rasullah saw telah bersabda "Nyawa orang mukmin itu keluar dengan melompat dan nyawa orang kafir itu keluar seperti keluarnya seekor keldai.Sesungguhnya seorang mukmin yang melakukan kesalahan (dosa) lalu kerananya ia diperberatkan pada saat kematian, nescaya kesalahan (dosa) itu akan lebur olehnya. Seorang kafir yang melakukan kebajikan akan dipermudah kematiannya sebagai balasan atas kebajikian itu". Telah diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dan Ahmad, sesungguhnya Abu Darda pernah berkata "Aku menyukai kematian kerana aku rindu kepada Tuhanku. Aku menyukai sakit untuk menghapuskan kesalahanku. Aku sukakan kemiskinan untuk tawadu' kepada Tuhanku yang Mahaperkasa dan Mahaagung".

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KE EMPAT BELAS


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman :

" Wahai manusia! Carilah Aku sesuai dengan kadar kebutuhanmu kepada-Ku. Berbuatlah durhaka kepada-Ku menurut kadar kesabaranmu pada siksa api neraka. Janganlah engkau memandang pada ajalmu yang masih tertunda. Jangan pula engkau memandang pada rejekimu yang kau raih hari ini dan dosa-dosamu yang tersembunyi. Segala sesuatu akan hancur kecuali Dzat-Nya. Ditangan-Nya kekuasaan untuk memutuskan tergenggam. Kepada-Nya pula engkau akan dipulangkan kembali.”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KE TIGA BELAS


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:

Wahai manusia! Betapa banyak lampu yang padam oleh hembusan angin. Betapa banyak orang yang ahli ibadah celaka karena kesombongan dan pamer. Betapa banyak orang yang kaya celaka karena kekayaannya. Betapa banyak orang yang miskin celaka karena kefakirannya. Betapa banyak orang yang sehat celaka karena kesehatannya. Betapa banyak orang yang berilmu celaka karena ilmunya. Betapa banyak orang yang bodoh celaka karena kebodohannya.
Andaikata tidak ada orang-orang tua yang selalu ruku’, pemuda-pemuda yang khusyu, anak-anak kecil yang menetek, dan binatang-binatang ternak yang berkeliaran mencari rerumputan, niscaya Aku akan merubah langit menjadi besi, bumi menjadi batu licin yang kering kerontang dan debu menjadi kerikil. Setetes pun tidak akan pernah Kuturunkan air hujan dari langit. Tak sebutir bijipun akan kutumbuhkan di bumi. Dan sungguh akan Kucurahkan siksa kepadamu.”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KE DUA BELAS


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:
Wahai manusia! Ingatlah pada nikmat-Ku yang Ku berikan padamu. Penuhilah perjanjian yang kau ikat dengan-Ku, Aku akan memenuhi janji yang Ku ikat denganmu. Hanya kepada-Ku engkau kembali.
Sebagaimana tidak mungkin engkau dapat menemukan arah jalan tanpa petunjuk, maka demikian pula engkau tidak akan menemukan jalan ke surga kecuali dengan amal perbuatan. Sebagaimana harta yang tidak mungkin terkumpul tanpa jerih payah, demikian pula engkau tidak akan masuk surga tanpa SABAR dalam menghamba kepada-Ku. Maka mendekatlah kepada Allah dengan ibadah sunah.
Carilah keridhoan-Ku dengan menyertai para ulama. Karena rahmat-Ku tak sekejap pun terpisah dari mereka. Allah berfirman:
“Wahai manusia!! Dengarkanlah apa yang Kukatakan. Barangsiapa yang sombong pada orang miskin, sungguh akan Aku kumpulkan di hari kiamat kelak dalam bentuk semut kecil. Barangsiapa yang merendahkan diri dan santun pada orang miskin, maka dia akan Aku muliakan di dunia dan akhirat.
Barangsiapa yang membeberkan rahasia orang miskin, maka kelak dihari kiamat akan Aku kumpulkan dalam keadaan terbeber rahasianya. Barangsiapa yang merendahkan orang miskin, maka ia sungguh menantang perang dengan-Ku.
Barangsiapa yang beriman kepada-Ku, malaikat akan menyalaminya di dunia dan akhirat.”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KE SEBELAS


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:

Wahai manusia! Dunia ini sesungguhnya adalah tempat bagi orang yang tuna wisma dan harta bagi orang yang papa. Tempat berkumpulnya orang yang tidak waras. Karena dunia, orang-orang yang tidak mengerti bersuka-ria. Pada dunia, orang-orang yang tidak berserah diri pada Tuhan memburu. Pada kesenangan hidup, orang-orang yang tidak mengenal dunia berlomba-lomba.
Maka barangsiapa yang mendambakan kenikmatan yang semu dan hidup sementara, sesungguhnya ia telah berbuat aniaya pada dirinya dan durhaka pada Tuhannya. Ia melupakan kehidupan akhirat dan terpedaya oleh kemilau dunia. Ia sesungguhnya menghendaki dosa yang nampak dan yang tidak nampak. Sesungguhnya orang-orang yang berbuat dosa akan dibalas sesuai dengan perbuatan yang mereka lakukan.

Wahai manusia! Berdaganglah engkau kepada-Ku. Tapi rendahkanlah dalam memungut laba, karena disisi-Ku ada imbalan yang tak mungkin dilihat mata, yang tak mungkin didengar telinga dan tak mungkin tergambar dalam benak seorang hamba.
Kekayaan-Ku tak akan pernah habis dan tak akan pernah berkurang. Aku adalah Sang Maha Pemberi lagi Maha Pemurah”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KESEPULUH


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:

“Wahai manusia! Telah datang kepadamu peringatan dari Tuhanmu dan obat bagi hati. Lalu mengapa kamu tidak sudi berbuat baik, kecuali kepada orang yang berbuat baik kepadamu, tidak mau menyambung tali silaturahim, kecuali kepada orang yang mengunjungimu, tidak mau bercakap-cakap kecuali kepada orang yang mau bicara kepadamu, tidak mau memberi makan selain pada orang yang memberi makan kepadamu dan tidak mau menghormat selain pada orang yang menghormatimu.

Tidak ada keutamaan bagi seseorang yang merasa lebih utama daripada orang lain. Seorang Mukmin adalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, yang tetap berbuat baik terhadap orang yang melakukan keburukan kepadanya, menyambung tali silaturahim, mengampuni orang yang berbuat salah kepadanya, memenuhi janji pada orang yang mengkhianatinya, tetap mau bicara dengan orang yang tidak mau akur pada dirinya, tetap menghormati orang yang merendahkanya. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui pada semua perbuatanmu!”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KESEMBILAN


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:

“Wahai manusia! Janganlah kamu mengutuk para mahluk, karena kutukanmu justru akan mencelakakan dirimu sendiri. Wahai manusia! Langit tegak berdiri di angkasa hanya cukup dengan satu nama diantara nama-nama-Ku tanpa tiang penyangga. Sementara hatimu tidak pernah bisa tegak lurus dengan seribu nasihat dari kitab-Ku.

Wahai manusia! Sebagaimana sebongkah batu yang tidak bisa luluh di dalam air, suatu nasihat tidak berpengaruh sama sekali pada hati yang keras. Wahai manusia! Bagaimana engkau bisa menyatakan diri sebagai hamba Alloh, sementara kamu berbuat durjana. Bagaimana engkau bisa yakin akan kematian, sementara engkau membencinya. Dengan mulutmu engkau mengatakan sesuatu yang tidak engkau ketahui, engkau menganggapnya enteng, padahal di sisi Allah amatlah besar”.


PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KEDELAPAN


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

 Allah berfirman:

“Wahai manusia! Aku menciptakan kamu sekalian tidaklah main-main. Tidak pula tanpa tujuan. Sungguh Aku bukanlah pelupa. Aku sesungguhnya mengetahui gerak-gerikmu. Engkau tidaklah akan memperoleh karunia-Ku kecuali dengan sabar atas segala apa yang tidak engkau sukai dalam mencari keridhoan-Ku. Bagi kamu, sabar dalam patuh dan tunduk kepada-Ku lebih ringan daripada sabar dalam durhaka. Meninggalkan dosa jauh lebih ringan bagimu daripada pembebasan-Ku kepadamu dari panas api neraka. Siksa dunia lebih ringan bagimu dibanding daripada siksa di akhirat.

Wahai manusia! Kamu sekalian adalah orang yang sesat, kecuali yang Aku beri petunjuk Kamu sekalian adalah orang yang melakukan perbuatan jelek, kecuali yang Aku lindungi. Mintalah ampun kepada-Ku, maka Aku akan mengasihimu. Janganlah kalian mengungkap rahasia kejelekanmu dihadapan Dzat yang Maha Mengetahuai segala rahasia.”

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KETUJUH


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)
 Allah berfirman:

“Wahai manusia! Wahai budak-budak uang! Aku menjadikan uang agar engkau dapat menikmati rejeki-Ku, mengenakan pakaian-Ku dan agar kalian selalu membaca tasbih serta mensucikan diri-Ku. Tetapi ternyata kalian semua mengambil kitab suci-Ku, lalu engkau taruh dibelakangmu dan engkau mengambil uang lalu engkau tempatkan diatas kepalamu.

Kau agung-agungkan rumahmu dan kau remehkan rumah-Ku. Sungguh engkau bukanlah manusia-manusia pilihan, bukan orang-orang yang merdeka. Tapi engkau adalah budak dunia. 

Sekumpulan manusia semacam dirimu laksana sebuah kuburan yang dibangun dengan tembok. Sepintas, jika dilihat dari luar, nampak cantik molek, tapi didalamnya jelek. Begitu pula dengan sikapmu, sepintas kalian berbuat bajik, simpatik dan penuh kasih pada orang lain dengan mulutmu yang manis dan perbuatanmu yang indah memikat. Namun itu pula engkau sesungguhnya hatimu keras dan kasar serta budi pekertimu yang nista.

Wahai manusia! Bersihkan perbuatanmu dari noda, lalu mintalah kepada-Ku! Sungguh Aku akan memberi kepadamu lebih banyak lagi dari apa yang diminta oleh para peminta”.

PERINGATAN ILAHI DALAM HADIS QUDSI : PERINGATAN KEENAM


Kitab Al-Mawa’idz fil Ahadis al-Qudsiyyah (Imam Al-Ghazali)

Allah berfirman:

“Wahai manusia! Aku tidak menciptakanmu karena Aku menginginkan agar yang sedikit menjadi banyak karenamu, tidak karena Aku ingin menjadikan luluhnya binatang buas karenamu, tidak karena Aku ingin meminta pertolonganmu dalam urusan yang Aku tak mampu, tidak karena Aku ingin menarik keuntungan bagi-Ku atau pula untuk menolak yang membahayakan bagi diri-Ku. Aku menciptakanmu, agar tiada henti menyembah-Ku, bersyukur sebanyak mungkin dan menyucikan-Ku pagi dan sore.

Wahai manusia! Andai manusia yang pertama dan yang paling akhir diantara kalian, seluruh jin dan manusia, baik tua maupun muda, baik yang merdeka maupun hamba berkumpul semua tunduk dan patuh kepada-Ku, setitik tepung pun tidak akan menambah kebesaran singgasana kekuasaan-Ku.

Barangsiapa berjihad dijalan Allah, sesungguhnya ia berjuang untuk kebaikan dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah tidak butuh sama sekali terhadap alam semesta.

Wahai manusia! Sebagaimana engkau menyakiti, engkau akan disakiti. Sebagaimana engkau berbuat, engkau akan diperlakukan”

KOLEKSI HADIST QUDSI 11 : FIRMAN ALLAH KEPADA RAHIM


Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw., beliau bersabda : “Allah menciptakan makhluq, ketika selesai dari padanya rahim berdiri lalu memegangi ikat pinggang Allah Yang Maha Pemurah. Allah berfirman kepadanya : “Jangan”. Ia menjawab : “Ini adalah tempat orang yang berlindung kepadaMu dari memutuskan”. Allah berfirman : “Tidakkah kamu rela, Aku menyambung orang yang menyambungmu, dan Aku memutuskan orang yang memutuskanmu?”. Ia berkata “Ya, wahai Tuhanku”. Allah berfirman : “Itulah untukmu”. Abu Hurairah berkata : Bacalah jika kamu mau :
(Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?) (Muhammad : 22).
(Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

Dari Abdur Rahman bin Auf ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Allah berfirman : “Akulah Allah, Akulah Yang Maha Pemurah, Aku menciptakan rahim (persaudaraan) dan Aku pecahkan dari namaKu, barangsiapa yang menyambungnya maka Aku menyambung orang itu, dan barangsiapa yang memutuskannya maka Aku putuskan dia”.
(Hadits ditakhrij oleh Tirmidzi).

Dari Abdur Rahman bin Auf ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : Allah berfirman : Akulah Yang Maha Pemurah, dan dia adalah rahim (persaudaraan) aku ambilkan namanya dari namaKu. Barangsiapa yang manyambungnya maka Aku menyambungnya, dan barangsiapa yang memutuskannya maka Aku putuskan ia”.
(Hadits ditakhrij oleh Abu Dawud).

KOLEKSI HADIST QUDSI 10 : DIKUMPULKANNYA HAMBA DAN MEREKA DISERU OLEH TUHAN


Dari Ibnu Unais ra., ia berkata : 

Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : Allah mengumpulkan hamba-hamba, lalu Allah memanggil mereka dengan suara yang didengar oleh orang yang jauh sebagaimana yang didengar oleh orang yang dekat : “Akulah Maha Raja, Akulah yang memberi balasan”.
(Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

KOLEKSI HADIST QUDSI 9 : DIKUMPULKANNYA MAKHLUQ DENGAN KETAKUTANNYA


Dari Ibnu Abbas ra. dari Nabi saw, beliau bersabda : 

“Sesungguhnya kamu dikumpulkan dengan kaki terbuka, telanjang dan tidak berkhitan. Kemudian beliau membaca : “Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama, begitulah Kami akan mengulanginya, itulah suatu janji yang pasti Kami tepati”. Orang yang pertama kali diberi pakaian pada hari qiamat adalah Ibrahim as. sesungguhnya beberapa shahabatku dituntut sebagai golongan kiri, maka aku katakan : “Shahabatku, shahabatku, lalu dikatakan : “Sesungguhnya mereka senantiasa berbalik atas tumit mereka sejak kamu berpisah dengan mereka”. Maka aku katakan sebagaimana yang dikatakan oleh hamba yang shalih : “Dan aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada diantara mereka … sampai firman Allah. Sesungguhnya Engkaulah Maha Kuasa Lagi Maha Bijaksana”.

(Hadits ditakhrij oleh Bukhari).

KOLEKSI HADIST QUDSI 8 : DIMUDAHKAN BACAAN AL QUR’AN


Dari Ubay bin Ka’ab ra. bahwasanya Rasulullah saw. berada di Bani Ghifar, datanglah Jibril as. berkata : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar menyuruh engkau untuk membacakan Al Qur’an kepada umatmu atas satu huruf (Qira’at). Beliau bersabda : “Aku memohon kepada Allah akan maaf dan ampunan-Nya, karena sesungguhnya umatku tidak mampu atas yang demikian itu”. Jibril datang yang kedua kalinya dan berkata : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar menyuruh engkau agar membacakan Al Qur’an kepada umatmu atas dua huruf (Qira’at)”.

Beliau bersabda : “Aku mohon kepada Allah akan ma’af dan ampunan-Nya, karena sungguh umatku tidak mampu atas yang demikian itu”. Kemudian Jibril datang pada beliau untuk yang ketiga kalinya, lalu berkata : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memerintahkan engkau untuk membacakan Al Qur’an kepada umatmu atas tiga huruf (Qira’at). Beliau bersabda : “Sesungguhnya umatku tidak mampu atas yang demikian itu”. Kemudian Jibril datang kepada beliau yang keempat kalinya, lalu ia berkata : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar memerintahkan engkau untuk membacakan Al Qur’an kepada umatmu atas tujuh huruf (Qira’ah), huruf (Qira’ah) manapun (dari tujuh itu) yang mereka baca maka mereka telah betul”. 
(Hadits ditakhrij oleh An Nasa’i.)

KOLEKSI HADIST QUDSI 7 : DORONGAN UNTUK MENGERJAKAN KEUTAMAAN DAN LARANGAN DARI MELAKUKAN KEHINAAN


Dari Rib’i bin Hirasy bahwasanya Hudzaifah ra. bercerita kepada mereka : “Rasulullah saw. bersabda : Malaikat menemui Ruh seseorang sebelummu, mereka bertanya : “Tahukah kamu, apakah kamu mengamalkan kebaikan barang sedikit ?”. Ia menjawab : “Tidak”. Mereka berkata : “Ingat-ingatlah !”. Ia berkata : “Saya menghutangi manusia, lalu saya menyuruh bujang-bujangku untuk memberi tangguh kepada orang-orang yang sulit dan memaafkan orang yang dalam kemudahan”. Beliau bersabda : “Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Maafkanlah dia !”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Hudzaifah ra., ia berkata : “Allah mendatangi salah seorang hambaNya yang telah diberiNya harta”. Lalu Dia berfirman kepadanya: “Apakah yang kamu kerjakan di dunia ? “. Ia berkata : “Allah tidak menyembunyikan pembicaraan”. Ia menjawab : “Wahai Tuhanku, Engkau memberikan harta Mu kepadaku, lalu saya berjual beli kepada manusia, termasuk peri laku saya adalah memaafkan. Aku memudahkan kepada orang yang kaya dan memberi tangguh kepapa orang yang sedang dalam kesulitan’. Maka Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Maafkanlah hamba-Ku”. Uqbah bin Amir Al Juhanni dan Abu Mas’ud al Anshari berkata : “Demikianlah saya mendengarnya dari mulut Rasulullah saw”.

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Pada hari Qiyamat Allah berfirman : “Di manakah orang­orang yang senang kepada kebesaran Ku ?”, pada hari ini Aku menaunginya dalam naunganKu, pada hari tidak ada naungan selain naungan Ku”.
(HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bahwasanya ada seseorang meninjau saudaranva di desa lain. Maka Allah mengintaikan Malaikat di jalannya dengan bertanya : “Mau kemanakah kamu?”. Ia menjawab : “Saya mau (pergi) kepada saudaraku di desa ini’. Malaikat bertanya : “Apakah ada kenikmatan yang kamu peroleh ?”. Ia menjawab : “Tidak hanya saya mencintainya karena Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar”. Malaikat berkata : “Sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu, karena Allah telah mencintaimu sebagaimana kamu mencintainya karena Allah”.
Dari Mu’adz bin Jabal ra., ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw bersabda : “Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi berfirman : “Pastilah kecintaan Ku bagi orang-orang yang cinta karena Ku, orang-orang yang duduk karena Aku, orang-orang yang berkunjung karena Aku, dan orang-orang yang memberi karena Aku”.
(Hadits ditakhrij oleh Malik).

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman pada hari Qiyamat : “Wahai anak Adam, Aku sakit namun kamu tidak menjenguk Ku”. Ia berkata : “Wahai Tuhan saya, bagaimana saya menjenguk Mu sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam ?”. Dia berfirman : “Tidakkah kamu mengetahui bahwa hambaKu Fulan sakit, namun kamu tidak menjenguknya ?, Tidakkah kamu mengetahui, seandainya kamu menjenguknya niscaya kamu mendapati Aku di sisi nya. Wahai anak Adam Aku minta makan kepadamu namun kamu tidak memberi makan kepadaKu”. Ia berkata : “Wahai Tuhan saya, bagaimanakah saya memberi makan kepadaMu, sedangkan Engkau Tuhan semesta alam ?”. Allah berfirman : “Tidakkah kamu mengetahui bahwasanya hambaKu si Fulan minta makan kepadamu, tetapi kamu tidaklah memberi makan kepadanya ? Apakah kamu tidak mengetahui bahwasanya seandainya kamu memberi makan kepadanya, niscaya kamu mendapatkannya di sisi Ku ? Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tapi kamu tidak memberi minum kepada Ku”. Ia berkata : “Bagaimanakah saya memberi minum kepada Mu sedang kamu adalah Tuhan alam semesta ?”. Allah berfirman : “Hamba Ku si Fulan minta minum kepadamu, tetapi kamu tidak memberinya minum, niscaya kamu mendapatinya di sisi Ku”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Dzar ra. dari Nabi saw. dalam hal yang diriwayatkan dari Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi bahwasanya Dia berfirman: “Wahai hamba Ku, sesung­guhnya Aku mengharamkan kezhaliman atas diriKu dan zhalim itu Aku haramkan di antara kalian, maka janganlah kalian zhalim menzhalimi. Wahai hambaKu, masing-masing dari kamu itu sesat kecuali orang yang Aku beri petunjuk kepadamu. Wahai hambaKu, masing-masing dari kamu itu lapar kecuali orang yang Aku beri makan, mintalah makan kepadaKu, maka Aku memberi makan kepadamu. Wahai hambaKu, masing-masing dari kamu itu telanjang, kecuali orang yang Aku beri pakaian, mintalah pakaian kepadaKu maka Aku memberi pakaian. Wahai hambaKu, sesung­guhnya kamu bersalah siang dan malam, sedang Aku mengampuni seluruh dosa, mintalah ampun kepadaKu, maka Aku mengampunimu. Wahai hambaKu, sesung­guhnya kamu tidak akan terhindar dari kemadharatan Ku, maka berlindunglah dari kemadharatan Ku dan kamu tidak akan memperoleh kemanfa’atan-Ku maka mohonlah kemanfaatan kepadaKu. Wahai hambaKu seandainya or­ang yang pertama dan terakhir dari kamu, jin dan manusia dari kalanganmu itu berada pada hati seseorang yang paling taqwa dari padamu, hal itu tidak menambah kerajaanKu sedikit juapun. Wahai hambaKu, seandainya orang yang awal dan terkemudian dari padamu, manusia dan jin itu ada pada orang yang paling jahat dari padamu niscaya tidaklah berkurang dari kerajaanKu barang sedikit juapun. Wahai hambaKu, seandainya orang yang pertama dan terkemudian, manusia dan jin di kalanganmu berdiri di satu bukit lalu minta kepadaKu, dan Aku beri setiap or­ang akan permintaannya, maka hal itu tidak mengurangi apa yang ada di sisi Ku melainkan seperti berkurangnya air laut apabila dimasukkan jarum kepadanya. Wahai hambaKu, itu amal-amalmu, Aku hitung semuanya untukmu, kemudian Aku sempurnakan bagimu. Barangsiap yang mendapatkan kebaikan maka pujilah Allah, dan barangsiapa yang mendapati selain itu maka janganlah mencela selain dirinya”. (Hadits ditakhrij oleh Muslim).

Dari Abu Dzar ra., ia berkata : Rasulullah saw bersabda Allah Ta’ala berfirman : “Wahai hambaKu, masing-masing dari kamu itu sesat, kecuali orang yang Aku beri petunjuk, mintalah petunjuk maka Aku akan memberimu petunjuk. Masing-masing dari kamu itu fakir kecuali orang yang Aku beri kekayaan, mintalah kepadaKu maka Aku akan memberimu. Masing-masing dari kamu berdosa kecuali orang yang Aku ampuni. Barangsiapa di antaramu yang mengetahui bahwa Aku mempunyai kekuasaan untuk mengampuni, lalu ia minta ampun kepadaKu, maka Aku mengampuninya dan Aku tidak mengindahkan (kesalahan itu). Seandainya orang yang pertama dan terkemudian dari padamu, yang hidup dan mati dari padamu, basah dan keringmu itu terkumpul pada hati orang yang paling taqwa dari hamba Ku, maka hal itu tidak menambah kerajaan Ku sesayap nyamuk. Dan seandainya orang yang pertama dan terakhir dari padamu, yang hidup dan mati dari padamu, basah dan keringmu berkumpul pada satu padang lalu setiap orang dari padamu minta apa yang diangan­angankannya, dan Aku memberi setiap orang yang minta itu akan permintaanya maka hal itu tidak mengurangi kerajaan Ku, kecuali seperti seandainya salah seorang di antaramu melewati lautan lalu memasukkan jarum di dalamnya, kemudian jarum itu di tariknya. Demikian itu karena Aku Maha Pemurah dan Dermawan, Aku berbuat apa yang Aku kehendaki, pemberianKu adalah satu perkataan, dan siksaan Ku adalah satu perkataan, karena urusanKu adalah apabila Aku menghendaki sesuatu maka Aku ucapkan : “Jadilah, maka sesuatu itupun menjadi ada”.
(Hadits ditakhrij oleh Abu Isa At Tirmidzi).

Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Rasulullah saw. bersabda : “Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman : “Sombong itu selendang Ku dan kebesaran itu sarung Ku, barangsiapa yang melawan Ku dalam salah satunya maka ia Aku lemparkan ke dalam neraka”. 
(Hadits ditakhrij oleh Abu Dawud).